Rabu, 29 Oktober 2014

terjemahan ske48 Tomodachi no mama de

Sebuah tangga batu yang cerah
Setelah sampai banyak lagi
Kami telah berenang
Tampaknya adalah laut itu?

Pemuda pergi oleh
Itu selalu pahit
Pengembalian Pendahuluan dada ini
Sepertinya riak

Musim panas tahun ini tanpa Anda
Suara jangkrik yang kesepian di suatu tempat
Sonotabi pohon-pohon hijau bergoyang dalam angin
berbalik

Tetap teman
Menjadi pelayan dewasa
Saya membela hal-hal penting
Impian satu sama lain
Ini memberikan jawaban bicara
Kimi ke Boku
Masa muda adalah Penyesalan

Atas bukit, kalau sekarang
Menghadap pantai
Itu tidak muncul terlalu dekat
Irreplaceable

Anda berada di bawah di mana saja di langit
Ini tertiup angin di musim panas?
Profil adalah menulis sebuah jari rambut panjang
baik tua

Tetap teman
Bahwa itu tidak menjadi sepasang kekasih
Aku bertanya-tanya benar?
Impian kami
Aku ingin tahu apakah di sia-sia Ketika Anda mencintai
Dan banci pria
Almarhum tertawa

Langit dan laut
Garis yang memotong
pikiran
Meskipun itu adalah salah satu ...

Tetap teman
Menjadi pelayan dewasa
Saya membela hal-hal penting
Impian satu sama lain
Ini memberikan jawaban bicara
Kimi ke Boku
Masa muda adalah Penyesalan
Taman Hiburan di tengah hutan by NI Wayan Shanti savitri Bunyi dering sebuah hp membuat Ari terbangun dAri tidurnya “siapa ya yang nelpon?” tanyanya sambil mengambil hpnya “halo selamat pagi” “selamat pagi ini Ari ya?” Ari setengah terkejut ia dapat mengenali suara tersebut ya suara Shasa ! “Ari nanti kita jalan jalan ya! Kita jalan jalan bersama teman teman lama kita seperti Dede Ade Dewi dan Tiara! Yuk!?” Tanya Shasa “kemana?” “ya kita jalan jalan ke ******* (ngak boleh promosi disini) yuk?! Seru lho! Ada banyak tempat yang seru disana!” “um……………” Ari gak ragu untuk menerima ajakan Shasa. “ya baiklah” jawab Ari “oke kalau begitu kita berkumpul di tempat biasa ya?! Oke kalau begitu siapin peralatanmu upss maksudnya barang bawaanmu” Ari menutup teleponnya “tumben tumbennya Shasa banyak bicara begitu” kata Ari sambil menggeleng “memang sih tumben tumbennya Shasa bicara banyak biasanya dia diem saja kerjaannya” kata Dede “mungkin karena dia nggak dapat libur coba pikir dia kan pulang dAri sekolah jam 3 siang tuh nah kita? Jam 1 udah nyampai dirumah” sahut Ade “benar juga sih mungkin dia gembira karena sekarang dia dapat jalan jalan” DAri kejauhan tiga sosok berjalan dAri arah utara dan mendekati mereka bertiga. “kalian tiba juga” kata Dewi “ku kira kalian tak akan datang” sahut Tiara “mana mungkin kami tidak datang? Bukannya hAri ini hAri yang sangat cocok untuk pergi berlibur” kata Dede Shasa memandang pemandangan dAri atas bukit kecil tersebut Dede menepuk pundaknya. “tumben kamu bicara banyak tadi” kata Dede “bukannya dulu aku juga begitu?” Tanya Shasa “kalau lambung itu bentuknya seperti kantong plastic yang ini tebalnya………..” Semuanya mulai mengantuk beberapa dAri mereka mengunakan tangan sebagai penunjang “dia terlalu banyak omong” sahut tude Rika yang duduk di sampingnya sudah menutup mata. “setidaknya dia belajar” kata Astuti sambil melirik jam tanganya “kepalanya sangat terbebani dengan kata kata tesebut” kata Ayu yang sudah menutup wajahnya dengan buku Dede yang mengingat kejadian 3 tahun yang lalu itu langsung merinding. Shasa berlari pergi ke teman teman yang lain “disini kita bisa menunggu busmenuju ke tempat tersebut” kata Tiara Mereka ber empat pun menunggu bus tersebut. Di perjalanan mereka melewati beragai tempat seperti perkotaan pasar yang ya terbilang cukup ramai. Mereka duduk di bus. Tiara sedang asik chatingan, Dewi lagi fb-an, Shasa sedang ngedengerin music, Ade dan Ari main game dan Dede dia sedang tidur mereka berenam tetap akrab meskipun sudah tak berjumpa selama 3 tahun karena sekolah mereka yang sudah tidak sama alias sekolah mereka berbeda. Namun itu tak akan mengubah keakraban mereka berenam bahkan kalau ada hari libur mereka selalu berusaha untuk pergi bareng pokoknya mereka slalu bersama walaupun mereka sekarang juga memiliki kesibukan tersendiri. Setelah melewati kawasan pertanian, perikanan, perkotaan, pegunungan akhirnnya mereka sampai di sebuah desa yang cukup asri “nah sudah sampai” kata Ade “aku sudah tak sabar buat keliling” kata Tiara sambil menyiapkan kameranya “trimakasih pak” kata Dewi sambil membayar ongkosnya. Mereka pun berkeliling desa tersebut mereka menginap di sebuah penginapan sederhana yang ada di desa tersebut. “akan ku siram kau!!” kata Ade sambil menyiram Ari dengan air “awas ada bom!” teriak Dede sambil melompat BYURRR!!!!! “bagaimana rasanya?” Tanya Tiara “cukup enak” jawab Dewi “tapi terlalu manis” “maaf ini dia gulanya” kata Shasa sambil berjalan kea rah mereka sambil membawa 2 toples gula “banyak amat kita kan ngak terlalu banyak menggunakan gula shan” kata Dewi “satu toples nanti buat aku untuk buat eskrim” sahut Shasa “kalau begitu kita aduk lagi adonannya” kata Tiara sambil mengambil sebuah sendok kayu Mereka bertiga diam di dapur sambil membuat sebuah kue coklat dengan selai stroberi diatasnya. Sedangkan anak laki laki sedang berenang di sebuah kolam renang sambil ya main air apa lagi? “yah gosong” kata Dewi sambil mengeluarkan kue tersebut dAri panggangan. “ya buat lagi tak apa” kata Tiara Shasa tersenyum sambil menyipitkan matanya. “matamu nanti akan sipit lho shan kamu mau matamu bertambah sipit?” kata Dewi “ya deh” kata Shasa “oh ya dimana tadi gulanya?” Tanya Tiara “yaampun!” kata Dewi sambil menepuk dahinya “aku lupa dimana ku taruh” kata Shasa sambil melihat lihat ke meja “beruntung aku masih waras” kata Dewi “aku dapat!” seru Shasa sambil menunjukan sebuah toples. “kau lebih sering tersenyum” kata Tiara sambil melihat Shasa dari ujung bawah sampai ujung atas “Ada yang aneh?” tanyanya sambil menaruh toples tersebut ke dalam lemAri “nggak cuman kau sedikit ya mau bicaralah” jawab Tiara “oh begitu..” Shasa mengambil buku dan pergi ke luar ruangan. “ah tapi tetap saja kebiasaan lamanya masih terbawa” kata Tiara. “mau diapain lagi?” Tanya Dewi sambil memasukan adonannya kedalam pemanggangan. “bagaimana kalau kita nanti jalan jalan ke hutan?” Tanya Dede sambil memasukan sesendok nasi kedalam mulutnya “bagus juga, boleh tuh” kata Tiara “kamu harus menjamin dirimu untuk tidak menangis” kata Ade sambil tersenyum jahil. “aku yakin aku pasti bisa!” kata Tiara yang emosinya sudah mulai naik “benar kan Sha?” tanyanya sambil menyenggol lengan temannya itu, Shasa mengangguk. “nyam nyam jadi kita harus bawa perengkapan lagi nih?” Tanya Ari “ya iyalah masak kita hidup kayak jaman batu” kata Tiara “tapi kita harus ingat satu hal berdoa sebelum perjalanan” kata Dewi “tentu saja kita akan berdoa untuk keselamatan” kata Dede “oh ya mengenai pemandu apakah dia sudah datang?” Tanya Dewi “nanti jam 2 siang, lumayan nanti dia pasti akan nunjukin jalan ke hutan lindung tersebut” jawab Dede. “oh…” teman temannya ber oh ria. “senter kau sudah bawa?” Tanya Dede sambil memasukan barangnya kedalam tas “sudah nih” kata Ari sambil menunjukan barangnya. “oke berarti kita sudah siap berpetualang” kata Dede sambil menggendong tasnya. “nah apakah kalian sudah siap?” Tanya sang pemandu yang bernama pak Doni walaupun umurnya sudah 56 tahun “sudah pak” sahut keenam remaja tersebut “ya sudah ayo jalan” kata pak Doni. Mereka berjalan melewati perkebunan teh, pematang sawah yang subur, ternak- ternak yang sedang diberi makan. “nah ini sapi hasil persilangan” kata Pak Doni sambil menunjukan seekor sapi “wah gede banget” komen Tiara “bagaimana kalau kita mengambil sebuah foto?” Tanya Shasa “oh tentu” kata Tiara sambil menarik tangan Shasa dan Dewi “cis”. “lucu juga kan?” Tanya Tiara “tentu saja” jawab Dewi sambil melihat sekeliling. Mata Shasa terus menatap ke tempat yang menjadi latar mereka berfoto “aneh” ucapnya sambil membandingkan fotonya dengan kenyataan. “sha! Ayo kesini!” seru Dede “ah iya iya” katanya sambil menuju ke rombongan teman temannya. “baiklah sekarang kita masuk ke dalam kawasan hutan lindung” kata pak Doni sambil menunjukan jalannya. “wah pohonnya gede gede” komen Tiara. PLAK! “haduh ada yang menembakku ya?” tanyanya sambil berbalik “awas kau!” serunya sambil berlari menuju kea rah Ade “huwaa!!!” “kau ini” geram Tiara sambil mencubit pipi Ade “ayo sudah sudah jangan seperti anak kecil dong” kata Dede sambil melerai perkelahian tersebut. “huh” yang lainnya cuman tertawa kecil “kayak dulu” ucap Ari. “nah mari kita lanjutkan” kata Pak Doni “ah iya iya” kata mereka sambil mengikuti langkah sang pemandu. “nah ini air terjunnya” kata pak Doni “wow indahnya” kata Ari. Mereka memandangi air terjun setinggi 30 meter tersebut “tinggi banget” ucap Tiara “bagaimana kalau kita fotoan lagi?” tanyanya sambil menarik tangan teman temannya. “cis!”. “wah bagus” kata Dewi “aku jadi mau lagi fotoin dong” katanya sambil memberikan kameranya kepada Shasa “ah iya iya”. “sudah jam 5 sore ayo kita pergi ke penginapan” kata Pak Doni “baik” kata keenam remaja tersebut. “wah tadi itu mengasikkan” kata Tiara sambil memasukan sepotong daging panggang kedalam mulutnya. “eh tadi aku ngerasa kita itu diikutin” kata Ari “eh? Masa?” Tanya Dede “palingan itu reaksi ketakutanmu nggak?” Tanya Ade “bukan bukan! Ini bener!” katanya sambil menunjukan ekspresi meyakinkan “sudahlah ayo kita istirahat” kata Dewi “dan jangan pikirkan hal yang terlalu aneh” lanjutnya. “ah beneran kau tadi ngerasa ada yang ngikutin kita?” Tanya Dede sambil merebahkan dirinya ke kasur “bener” kata Ari meyakinkan “ah kau terlalu penakut” sindir Ade “eh itu beneran!” kata Ari “sudahlah berdoa saja semoga kau tak ngerasa begitu besok” saran Dede “benar juga” kata Ari sambil mengambil posisi untuk berdoa. “kalian mau jalan jalan ya?” Tanya Tiara kepada ketiga cowok yang sudah bersiap siap untuk mengendarai sepeda milik masing masing “iya dong tentu saja pagi hari itu sangat cocok untuk bersepeda” jawab Dede “ah ya sudah kalau ada masalah telpon atau sms kami aja” kata Dewi “ah ya baiklah” kata Ari “oke bye!”, ketiga cowok tersebut lalu mengayuh pedal sepeda mereka . “eh dimana Shasa?” Tanya Dewi “oh dia sedang ada di dapur” jawab Tiara sambil menoleh kea rah dapur. “eh teman teman kurasa kita kehabisan sarden” kata Shasa. “berarti kita harus keluar dan berbelanja ya?” Tanya Tiara “tentu saja atau kita akab mati kelaparan” jawab Dewi sambil membuka pintu. “aku akan belanja kalian disini ya!” katanya “eh tunggu!” cegat Shasa “eh?” “kau tak boleh pergi sendiri!” katanya “berbahaya!” lanjutnya “ah berarti kita bertiga pergi ya sudahlah”. Ketiga gadis itu lalu pergi dari penginapan. Sedangkan ketiga cowok yang sedang asik main sepeda itu berhenti di sebuah lapangan, ya kalau dibilang sih cukup sepi soalnya hanya ada seorang cowok seumuran mereka yang lagi main bola sendiri di lapangan tersebut. “bagaimana kalau kita main bola dengannya? Sekalian mencari kenalan baru” kata Dede “ah baiklah dari pada hanya bersepeda terus” kata Ade sambil turun dari sepedanya, ketiga cowok itu pun mendekati cowok yang asik main bola sendiri itu. “Hai!” sapa Dede sambil memberikan senyuman khasnya yang kelihatanya super jail itu. “hai..” sapa cowok tersebut, “kok kedengarannya serem?” bisik Ari ke telinga Ade “ah dasar penakut!” kata Ade. Ah kurasa aku memang penakut batin Ari. “mau main bola nggak?” Tanya cowok tersebut “namaku Dion”, “namaku Dede dan mereka Ade dan juga Ari”. 2 jam setelah itu, “wah bau apa ini?” Tanya Ari sambil mengelus perutnya “mereka sepertinya udah selesai memasak” kata Dede. 2 jam sebelum itu, “ah banyak sekali!!” kata Tiara kagum sambil mengucek matanya 5 kali “ini toko bahan makanan plus souvenir dan aksesoris” kata Dewi. “ah sambil membeli sarden dan yang lainnya aku akan membeli beberapa baju dan jepit rambut. Kalian bagaimana?” Tanya Tiara sambil melihat lihat “aku akan membeli baterai dan juga sebuah pita” kata Shasa sambil pergi ke tempat barang elektronik “ah dia itu selalu saja kalau nggak buku pasti barang elektronik” kata Tiara sambil memasang muka ‘agak’ kecewa “aku akan membeli beberapa sunoil dan juga hand body, setelah itu makanan yang perlu kita santap” kata Dewi sambil pergi berlalu, “yey! Shopping!” kata Tiara sambil pergi ke rak aksesoris dan juga souvenir. Ketiga gadis itu lalu memburu barang yang mereka sukai, anak perempuan biasa kerjaannya kan kalau sudah ada di mall dan pusat perbelanjaan. “kurasa bukan hannya makanan” kata Ade sambil melihat ke tumpukan barang belanjaan yang ada di depan mereka. “jangan coba – coba!” kata Dede sambil memukul tangan jahil Ade yang hendak mengambil isi dari tas tas tersebut. “nah Dion ini penginapan kami, kau boleh main kesini kapan kapan” kata Ari sambil tersenyum. “ah ya…”, “eh kalian ayo makan!” kata Tiara “eh ada kawan baru ajak juga makan” lanjutnya. “perkenalkan aku Tiara dia Dewi dan Dia Shasa” kata Tiara ketika Dion sudah duduk “namaku Dion salam kenal” katanya sambil tersenyum. “kau mau ikut kami jalan jalan bentar ke hutan? Sekalian piknik kau mau?” tawar Dewi kepada Dion. “ah tentu saja” sahutnya. Ketujuh remaja itu pun berangkat ke hutan jam 2 siang supaya nanti pulangnya nggak kemalaman. Stelah sampai di tempat tujuan mereka pun jalan jalan sebentar, Tiara lagi asik asikan berfoto, Shasa ngedengrin music sambil mencatat beberapa hal, Dewi sedang menyiapkan makan siang sedangkan keempat cowok tersebut main bola. Ade menendang bola tersebut, Ari berusaha menangkapnya tetapi dia tak berhasil mendapatkan bola tersebut. Terdengar bunyi benda yang berbenturan “ayo!” kata Dede sambil berlari menuju arah bola tersebut jatuh “kurasa tadi aku mendengar bunyi besi yang terbentur” lanjutnya. Dede dan Ari lalu menemukan sebuah tenda berwarna warni namun sudah rusak. “aku dapat bolanya!” kata Ari sambil mengambil bola tersebut. “tenda apa ini?” Tanya Dede sambil melihat sekeliling “seperti taman hiburan” katanya dalam hati sambil melihat lebih dalam lagi “tempat ini bekas taman hiburankah?” Tanya Ari “iya benar” kata Dede, “kalian lama sekali” kata Ade sambil berlari menuju kearah mereka diikuti oleh Dion. “ini bekas taman hiburan ya?” Tanya Dede sambil melihat kea rah Dion “ya benar, kata orang orang desa ini dulu adalah taman hiburan tapi ditutup” jawab Dion sambil melihat taman tersebut. “nah ayo kita kembali!” Dede pun berjalan meninggalkan tempat tersebut diikuti oleh Ade dan Ari, “Dion ayo!” kata Ade, “ah baiklah…” wajahnya sedikit muram ketika meninggalkan tempat tersebut. Jam sdah menunjukkan pukul 4 sore, waktunya untuk kembali ke penginapan. “ah tadi itu menyenangkan…” kata Tiara sambil guling guling di atas kasur, “iya asik sekali!” kata Dewi sambil menutup korden kamar mereka. “sha kau nggak tidur?” Tanya Tiara, “ah nggak nanti saja aku akan melihat lihat foto kita ini” Jawab Shasa sambil melihat lihat semua gambar yang mereka ambil. Matanya terus melihat 5 foto yang mereka ambil, dengan wajah penasaran akhirnya dia memutuskan untuk tidur, “kurasa aku akan pakai kacamata” katanya dalam hati sambil menutup mata. “selamat pagi” “pagi”, sekarang mereka ada di sebuah peternakan di daerah tersebut. “kudanya lucu deh” kata Dewi sambil mengelus elus dagu hewan yang tingginya 1 setengah meter tersebut. Mengambil beberapa gambar dan tentu saja gambar alaynya, Tiara juga ikut terambil. Mencoba untuk mengendarai kuda tersebut, dan juga member hewan tersebut pakannya. “Hai semua!” sapa Dion “ah Dion, bikin kaget aja” kata Dede sambil turun dari kudanya. Dion melirik ke kuda yang sedang di naiki Ari “aku bisa kok mengendarai kuda” ucap Dion sambil menunjukan gayanya ketika mengendarai kuda, “ah iya dimana Shasa?” Tanya Dion yang merasa temannya kurang satu “biasa disana sedang meneliti kuda mungkin” kata Tiara sambil menunjukkan Shasa yang sedang jongkok memperhatikan si anak kuda yang sedang makan. “kebiasaan penasarannya muncul” kata Dewi, “AWAS!!!” teriak Ade ketika kudanya susah dikendalikan dan berlari kesana kemari. “haduhh dasar” kata Dede sambil menepuk keningnya. “aku akan panggil pak Roy” kata Dewi sambil turun dari kuda yang ia tunggangi dan masuk ke dalam peternakan. “ah um… bukannya pak Roy itu penjaga hutan ya?” Tanya Dion “eh aku baru tau itu” kata Tiara, “ah iya aku baru ingat beliau juga kan peternak kuda” “yeeh kau ini udah pikun ya?” kata Tiara sambil menunjuk Dion, sedangkan Dede menggigit jarinya karena khawatir dengan keadaan temannya yang sedang bertarung dengan banteng jadi jadian alias kuda yang sedang ngamuk. “nah mana kudanya?” Tanya pak Roy dengan wajah khawatir. “I – itu pak!” kata Dewi sambil menunjuk ke kuda yang sedang di tunggangi oleh Ade “Poni! Poni!” sepertinya Pak Roy sedang berusaha untuk menenangkan kudanya itu. Setelah kuda tersebut dapat dijinakkan akhirnya Ade dapat bernafas lega. “kalian berlima harus hati – hati nah apa kalian berlima mau minum jus jeruk?” Tanya Pak Roy sambil menunjukkan kea rah sebuah meja dengan beberapa jus jeruk diatasnya. “ah terima kasih” kata mereka sambil berlari menuju ke meja tersebut. Disana sudah ada Shasa yang duduk manis dan menuangkan beberapa jus kedalam gelas, dan menyodorkannya ke teman temannya. “ah segarnya”, “ah nanti kita akan jalan – jalan dengan pak Doni” kata Dewi sambil melihat ke jadwalnya “oh jadi kalian minta Pak Doni buat menjadi pemandu kalian?” Tanya Dion “e’m” “berarti ada piknik kan?” Tanya Ari sambil memainkan lidahnya “ah kau ini ! suka makan tapi beratmu masih segitu segitu aja” kata Ade sambil menjitak temannya “oh ya aku tadi sempet nanya ke pak Roy tentang taman yang ada di hutan kemarin” kata Shasa “eh?” kelima temannya memandangnya “aku juga penasaran lanjutin” kata Dede “katanya sih itu taman hiburan sudah sangat lama ditutup” “memang karena ada misterinya” lanjut Dion “eh misteri?” “iya, soalnya tak ada satupun wahana yang ada di taman hiburan tersebut rusak, dan tiba tiba aja ditutup” “bener juga sih.” “ah aku jadi penasaran” “jadinya gairahku untuk tau jadi bertambah berkali kali lipat”. “yah sekarang waktunya kita mengunjungi ke beberapa tempat yang lain” kata Dewi sambil berdiri. Mereka berenam pun berjalan menuju ke sebuah tempat, Dion udah. “wah selamat siang kalian sudah siap untuk jalan jalan lagi?” Tanya Pak Doni “siap pak!” “bagus sekarang kita akan pergi ke salah satu rumah seorang pelukis yang sangat terkenal di daerah ini.” “wah” mata mereka ber binar binary karana akan berkunjung ke salah satu pelukis yang terkenal di sana yang juga terkenal di provinsi mereka. TOK TOK TOK “ya silahkan masuk” mereka pun masuk ke dalam gallery milik Valeryna Lioni, seorang wanita yang berumur 45 tahun, pelukis yang sangat terkenal. “wah lukisannya bagus bagus” puji Dewi yang notabenenya penggemar Bu Liona, “itu seperti tempat kita kemarin jalan – jalan kan?” Tanya Ari sambil menunjuk ke salah satu lukisan yang ada disana “ah iya benar, itu merupakan latar tempat kita berfoto kemarin kan Sha?” kata Tiara sambil menyikut Shasa. “ah iya benar” kata Shasa sambil mengangguk tanpa melepaskan pandangan dari lukisan tersebut, Tiara dan yang lainnya melihat ke lukisan yang lain. Memori Shasa tentang lukisan tersebut dan hasil foto mereka “bagaimana bisa?” pikirnya sambil mengingat ingat gambaran foto dan juga lukisan tersebut, serta membandingkannya. Dia lalu menggeleng gelengkan kepalanya, dia lalu mendekati Bu Liona. “…menceritakan tentang perasaan saya terhadap lingkungan daerah saya lahir” “em… permisi” “ya?” “apakah kesan Anda dengan lukisan yang itu?” Tanya Shasa sambil menunjuk ke lukisan yang tadi “oh lukisan tersebut…” wajah Bu Liona sedikit murung “tempat yang sangat sepi dan misterius, itulah gambaran saya tentang lukisan tersebut” “apakah anda pernah pergi ke tempat itu?” Tanya Shasa, wajah Bu Liona semakin suram namun ia tetap berusaha untuk menutupinya.
cerpen apa nih ya????

judul : taman hiburan di tengah hutan
by : Ni Wayan Shanti Savitri



Bunyi dering sebuah hp membuat Ari terbangun dAri tidurnya
“siapa ya yang nelpon?” tanyanya sambil mengambil hpnya
“halo selamat pagi”
“selamat pagi ini Ari ya?” Ari setengah terkejut ia dapat mengenali suara tersebut ya suara Shasa !
“Ari nanti kita jalan jalan ya! Kita jalan jalan bersama teman teman lama kita seperti Dede Ade Dewi dan Tiara! Yuk!?”  Tanya Shasa
“kemana?”
“ya kita jalan jalan ke ******* (ngak boleh promosi disini) yuk?! Seru lho! Ada banyak tempat yang seru disana!”
“um……………” Ari gak ragu untuk menerima ajakan Shasa.
“ya baiklah” jawab Ari
“oke kalau begitu kita berkumpul di tempat biasa ya?! Oke kalau begitu siapin peralatanmu upss maksudnya barang bawaanmu”
Ari menutup teleponnya
“tumben tumbennya Shasa banyak bicara begitu” kata Ari sambil menggeleng
 “memang sih tumben tumbennya Shasa bicara banyak biasanya dia diem saja kerjaannya” kata Dede
“mungkin karena dia nggak dapat libur coba pikir dia kan pulang dAri sekolah jam 3 siang tuh nah kita? Jam 1 udah nyampai dirumah” sahut Ade
“benar juga sih mungkin dia gembira karena sekarang dia dapat jalan jalan”
DAri kejauhan tiga sosok berjalan dAri arah utara dan mendekati mereka bertiga.
“kalian tiba juga” kata Dewi
“ku kira kalian tak akan datang” sahut Tiara
“mana mungkin kami tidak datang? Bukannya hAri ini hAri yang sangat cocok  untuk pergi berlibur” kata Dede
Shasa memandang pemandangan dAri atas bukit kecil tersebut Dede menepuk pundaknya.
“tumben kamu bicara banyak tadi” kata Dede
“bukannya dulu aku juga begitu?” Tanya Shasa
“kalau lambung itu bentuknya seperti kantong plastic  yang ini tebalnya………..”
Semuanya mulai mengantuk beberapa dAri mereka mengunakan tangan sebagai penunjang
“dia terlalu banyak omong” sahut tude
Rika yang duduk di sampingnya sudah menutup mata.
“setidaknya dia belajar” kata Astuti sambil melirik jam tanganya
“kepalanya sangat terbebani dengan kata kata tesebut” kata Ayu yang sudah menutup wajahnya dengan buku
Dede yang mengingat kejadian 3 tahun yang lalu itu langsung merinding.
Shasa berlari pergi ke teman teman yang lain
“disini kita bisa menunggu busmenuju ke tempat tersebut” kata Tiara
Mereka ber empat pun menunggu bus tersebut. Di perjalanan mereka melewati beragai tempat seperti perkotaan pasar yang ya terbilang cukup ramai.
Mereka duduk di bus. Tiara sedang asik chatingan, Dewi lagi fb-an, Shasa sedang ngedengerin music, Ade dan Ari main game dan Dede dia sedang tidur mereka berenam tetap akrab meskipun sudah tak berjumpa selama 3 tahun karena sekolah mereka yang sudah tidak sama alias sekolah mereka berbeda. Namun itu tak akan mengubah keakraban mereka berenam bahkan kalau ada hari libur mereka selalu berusaha untuk pergi bareng pokoknya mereka slalu bersama walaupun mereka sekarang juga memiliki kesibukan tersendiri.
Setelah melewati kawasan pertanian, perikanan, perkotaan, pegunungan akhirnnya mereka sampai di sebuah desa yang cukup asri
“nah sudah sampai” kata Ade
“aku sudah tak sabar buat keliling” kata Tiara sambil menyiapkan kameranya
“trimakasih pak” kata Dewi sambil membayar ongkosnya.
Mereka pun berkeliling desa tersebut mereka menginap di sebuah penginapan sederhana yang ada di desa tersebut.
“akan ku siram kau!!” kata Ade sambil menyiram Ari dengan air
“awas ada bom!”  teriak Dede sambil melompat BYURRR!!!!!
“bagaimana rasanya?” Tanya Tiara
“cukup enak” jawab Dewi “tapi terlalu manis”
“maaf ini dia gulanya” kata Shasa sambil berjalan kea rah mereka sambil membawa 2 toples gula
“banyak amat kita kan ngak terlalu banyak menggunakan  gula shan” kata Dewi
“satu toples nanti buat aku untuk buat eskrim” sahut Shasa
“kalau begitu kita aduk lagi adonannya” kata Tiara sambil mengambil sebuah sendok kayu
Mereka bertiga diam di dapur sambil membuat sebuah kue coklat dengan selai stroberi diatasnya. Sedangkan anak laki laki sedang berenang di sebuah kolam renang sambil ya main air apa lagi?
“yah gosong” kata Dewi sambil mengeluarkan kue tersebut dAri panggangan.
“ya buat lagi tak apa” kata Tiara
Shasa tersenyum sambil menyipitkan matanya.
“matamu nanti akan sipit lho shan kamu mau matamu bertambah sipit?” kata Dewi
“ya deh” kata Shasa
“oh ya dimana tadi gulanya?” Tanya Tiara
“yaampun!” kata Dewi sambil menepuk dahinya

“aku lupa dimana ku taruh” kata Shasa sambil melihat lihat ke meja “beruntung aku masih waras” kata Dewi “aku dapat!” seru Shasa sambil menunjukan sebuah toples. “kau lebih sering tersenyum” kata Tiara sambil melihat Shasa dari ujung bawah sampai ujung atas 

“Ada yang aneh?” tanyanya sambil menaruh toples tersebut ke dalam lemAri “nggak cuman kau sedikit ya mau bicaralah” jawab Tiara “oh begitu..” Shasa mengambil buku dan pergi ke luar ruangan. “ah tapi tetap saja kebiasaan lamanya masih terbawa” kata Tiara. “mau diapain lagi?” Tanya Dewi sambil memasukan adonannya kedalam pemanggangan. “bagaimana kalau kita nanti jalan jalan ke hutan?” Tanya Dede sambil memasukan sesendok nasi kedalam mulutnya “bagus juga, boleh tuh” kata Tiara “kamu harus menjamin dirimu untuk tidak menangis” kata Ade sambil tersenyum jahil. “aku yakin aku pasti bisa!” kata Tiara yang emosinya sudah mulai naik “benar kan Sha?” tanyanya sambil menyenggol lengan temannya itu, Shasa mengangguk. “nyam nyam jadi kita harus bawa perengkapan lagi nih?” Tanya Ari “ya iyalah masak kita hidup kayak jaman batu” kata Tiara “tapi kita harus ingat satu hal berdoa sebelum perjalanan” kata Dewi “tentu saja kita akan berdoa untuk keselamatan” kata Dede “oh ya mengenai pemandu apakah dia sudah datang?” Tanya Dewi “nanti jam 2 siang, lumayan nanti dia pasti akan nunjukin jalan ke hutan lindung tersebut” jawab Dede. “oh…” teman temannya ber oh ria.

“senter kau sudah bawa?” Tanya Dede sambil memasukan barangnya kedalam tas “sudah nih” kata Ari sambil menunjukan barangnya. “oke berarti kita sudah siap berpetualang” kata Dede sambil menggendong tasnya. “nah apakah kalian sudah siap?” Tanya sang pemandu yang bernama pak  Doni walaupun umurnya sudah 56 tahun “sudah pak” sahut keenam remaja tersebut “ya sudah ayo jalan” kata pak Doni. Mereka berjalan melewati perkebunan teh, pematang sawah yang subur, ternak- ternak yang sedang diberi makan. “nah ini sapi hasil persilangan” kata Pak Doni sambil menunjukan seekor sapi “wah gede banget” komen  Tiara “bagaimana kalau kita mengambil sebuah foto?” Tanya Shasa “oh tentu” kata Tiara sambil menarik tangan Shasa dan Dewi “cis”. “lucu juga kan?” Tanya Tiara “tentu saja” jawab Dewi sambil melihat sekeliling. Mata Shasa terus menatap ke tempat yang menjadi latar mereka berfoto “aneh” ucapnya sambil membandingkan fotonya dengan kenyataan. “sha! Ayo kesini!” seru Dede “ah iya iya” katanya sambil menuju ke rombongan teman temannya. “baiklah sekarang kita masuk ke dalam kawasan hutan lindung” kata pak Doni sambil menunjukan jalannya. “wah pohonnya gede gede” komen Tiara. PLAK! “haduh ada yang menembakku ya?” tanyanya sambil berbalik “awas kau!” serunya sambil berlari menuju kea rah Ade “huwaa!!!” “kau ini” geram Tiara sambil mencubit pipi Ade “ayo sudah sudah jangan seperti anak kecil dong” kata Dede sambil melerai perkelahian tersebut. “huh” yang lainnya cuman tertawa kecil “kayak dulu” ucap Ari. “nah mari kita lanjutkan” kata Pak Doni “ah iya iya” kata mereka sambil mengikuti langkah sang pemandu. “nah ini air terjunnya” kata pak Doni “wow indahnya” kata Ari. Mereka memandangi air terjun setinggi 30 meter tersebut “tinggi banget” ucap Tiara “bagaimana kalau kita fotoan lagi?” tanyanya sambil menarik tangan teman temannya. “cis!”. “wah bagus” kata Dewi “aku jadi mau lagi fotoin dong” katanya sambil memberikan kameranya kepada Shasa “ah iya iya”. “sudah jam 5 sore ayo kita pergi ke penginapan” kata Pak Doni “baik” kata keenam remaja tersebut. “wah tadi itu mengasikkan” kata Tiara sambil memasukan sepotong daging panggang kedalam mulutnya. “eh tadi aku ngerasa kita itu diikutin” kata Ari “eh? Masa?” Tanya Dede “palingan itu reaksi ketakutanmu nggak?” Tanya Ade “bukan bukan! Ini bener!” katanya sambil menunjukan ekspresi meyakinkan “sudahlah ayo kita istirahat” kata Dewi “dan jangan pikirkan hal yang terlalu aneh” lanjutnya. “ah beneran kau tadi ngerasa ada yang ngikutin kita?” Tanya Dede sambil merebahkan dirinya ke kasur “bener” kata Ari meyakinkan “ah kau terlalu penakut” sindir Ade “eh itu beneran!” kata Ari “sudahlah berdoa saja semoga kau tak ngerasa begitu besok” saran Dede “benar juga” kata Ari sambil mengambil posisi untuk berdoa.  “kalian mau jalan jalan ya?” Tanya Tiara kepada ketiga cowok yang sudah bersiap siap untuk mengendarai sepeda milik masing masing “iya dong tentu saja pagi hari itu sangat cocok untuk bersepeda” jawab Dede “ah ya sudah kalau ada masalah telpon atau sms kami aja” kata Dewi “ah ya baiklah” kata Ari “oke bye!”, ketiga cowok tersebut lalu mengayuh pedal sepeda mereka . “eh dimana Shasa?” Tanya Dewi “oh dia sedang ada di dapur” jawab Tiara sambil menoleh kea rah dapur. “eh teman teman kurasa kita kehabisan sarden” kata Shasa. “berarti kita harus keluar dan berbelanja ya?” Tanya Tiara “tentu saja atau kita akab mati kelaparan” jawab Dewi sambil membuka pintu. “aku akan belanja kalian disini ya!” katanya “eh tunggu!” cegat Shasa “eh?” “kau tak boleh pergi sendiri!” katanya “berbahaya!” lanjutnya “ah berarti kita bertiga pergi ya sudahlah”. Ketiga gadis itu lalu pergi dari penginapan. Sedangkan ketiga cowok yang sedang asik main sepeda itu berhenti di sebuah lapangan, ya kalau dibilang sih cukup sepi soalnya hanya ada seorang cowok seumuran mereka yang lagi main bola sendiri di lapangan tersebut. “bagaimana kalau kita main bola dengannya? Sekalian mencari kenalan baru” kata Dede “ah baiklah dari pada hanya bersepeda terus” kata Ade sambil turun dari sepedanya, ketiga cowok itu pun mendekati cowok yang asik main bola sendiri itu. “Hai!” sapa Dede sambil memberikan senyuman khasnya yang kelihatanya super jail itu. “hai..” sapa cowok tersebut, “kok kedengarannya serem?” bisik Ari ke telinga Ade “ah dasar penakut!” kata Ade. Ah kurasa aku memang penakut batin Ari. “mau main bola nggak?” Tanya cowok tersebut “namaku Dion”, “namaku Dede dan mereka Ade dan juga Ari”. 2 jam setelah itu, “wah bau apa ini?” Tanya Ari sambil mengelus perutnya “mereka sepertinya udah selesai memasak” kata Dede. 2 jam sebelum itu, “ah banyak sekali!!” kata Tiara kagum sambil mengucek matanya 5 kali “ini toko bahan makanan plus souvenir dan aksesoris” kata Dewi. “ah sambil membeli sarden dan yang lainnya aku akan membeli beberapa baju dan jepit rambut. Kalian bagaimana?” Tanya Tiara sambil melihat lihat “aku akan membeli baterai dan juga sebuah pita” kata Shasa sambil pergi ke tempat barang elektronik “ah dia itu selalu saja kalau nggak buku pasti barang elektronik” kata Tiara sambil memasang muka ‘agak’ kecewa “aku akan membeli beberapa sunoil dan juga hand body, setelah itu makanan yang perlu kita santap” kata Dewi sambil pergi berlalu, “yey! Shopping!” kata Tiara sambil pergi ke rak aksesoris dan juga souvenir. Ketiga gadis itu lalu memburu barang yang mereka sukai, anak perempuan biasa kerjaannya kan kalau sudah ada di mall dan pusat perbelanjaan.

“kurasa bukan hannya makanan” kata Ade sambil melihat ke tumpukan barang belanjaan yang ada di depan mereka. “jangan coba – coba!” kata Dede sambil memukul tangan jahil Ade yang hendak mengambil isi dari tas tas tersebut. “nah Dion ini penginapan kami, kau boleh main kesini kapan kapan” kata Ari sambil  tersenyum. “ah ya…”, “eh kalian ayo makan!” kata Tiara “eh ada kawan baru ajak juga makan” lanjutnya. “perkenalkan aku Tiara dia Dewi dan Dia Shasa” kata Tiara ketika Dion sudah duduk “namaku Dion salam kenal” katanya sambil tersenyum. “kau mau ikut kami jalan jalan bentar ke hutan? Sekalian piknik kau mau?” tawar Dewi kepada Dion. “ah tentu saja” sahutnya. Ketujuh remaja itu pun berangkat ke hutan jam 2 siang supaya nanti pulangnya nggak kemalaman. Stelah sampai di tempat tujuan mereka pun jalan jalan sebentar, Tiara lagi asik asikan berfoto, Shasa ngedengrin music sambil mencatat beberapa hal, Dewi sedang menyiapkan makan siang sedangkan keempat cowok tersebut main bola. Ade menendang bola tersebut, Ari berusaha menangkapnya tetapi dia tak berhasil mendapatkan bola tersebut. Terdengar bunyi benda yang berbenturan “ayo!” kata Dede sambil berlari menuju arah bola tersebut jatuh “kurasa tadi aku mendengar bunyi besi yang terbentur”  lanjutnya. Dede dan Ari lalu menemukan sebuah tenda berwarna warni namun sudah rusak. “aku dapat bolanya!” kata Ari sambil mengambil bola tersebut. “tenda apa ini?” Tanya Dede sambil melihat sekeliling “seperti taman hiburan” katanya dalam hati sambil melihat lebih dalam lagi “tempat ini bekas taman hiburankah?” Tanya Ari “iya benar” kata Dede, “kalian lama sekali” kata Ade sambil berlari menuju kearah mereka diikuti oleh Dion. “ini bekas taman hiburan ya?” Tanya Dede sambil melihat kea rah Dion “ya benar, kata orang orang desa ini dulu adalah taman hiburan tapi ditutup” jawab Dion sambil melihat taman tersebut. “nah ayo kita kembali!” Dede pun berjalan meninggalkan tempat tersebut diikuti oleh Ade dan Ari, “Dion ayo!” kata  Ade, “ah baiklah…” wajahnya sedikit muram ketika meninggalkan tempat tersebut. Jam sdah menunjukkan pukul 4 sore, waktunya untuk kembali ke penginapan. “ah tadi itu menyenangkan…” kata Tiara sambil guling guling di atas kasur, “iya asik sekali!” kata Dewi sambil menutup korden kamar mereka. “sha kau nggak tidur?” Tanya Tiara, “ah nggak nanti saja aku akan melihat lihat foto kita ini” Jawab Shasa sambil melihat lihat semua gambar yang mereka ambil. Matanya terus melihat 5 foto yang mereka ambil, dengan wajah penasaran akhirnya dia memutuskan untuk tidur, “kurasa aku akan pakai kacamata” katanya dalam hati sambil menutup mata. “selamat pagi” “pagi”,  sekarang mereka ada di sebuah peternakan di daerah tersebut. “kudanya lucu deh” kata Dewi sambil mengelus elus dagu hewan yang tingginya 1 setengah meter tersebut. Mengambil beberapa gambar dan tentu saja gambar alaynya, Tiara juga ikut terambil. Mencoba untuk mengendarai kuda tersebut, dan juga member hewan tersebut pakannya. “Hai semua!” sapa Dion “ah Dion,  bikin kaget aja” kata Dede sambil turun dari kudanya. Dion melirik ke kuda yang sedang di naiki Ari “aku bisa kok  mengendarai kuda” ucap Dion sambil menunjukan gayanya ketika mengendarai kuda,  “ah iya dimana Shasa?” Tanya Dion yang merasa temannya kurang satu “biasa disana sedang meneliti kuda mungkin” kata Tiara sambil menunjukkan Shasa yang sedang jongkok memperhatikan si anak kuda yang sedang makan. “kebiasaan penasarannya muncul” kata Dewi, “AWAS!!!” teriak Ade ketika kudanya susah dikendalikan dan berlari kesana kemari. “haduhh dasar” kata Dede sambil menepuk keningnya. “aku akan panggil pak  Roy” kata Dewi sambil turun dari kuda yang ia tunggangi dan masuk ke dalam peternakan. “ah um… bukannya pak Roy itu penjaga hutan ya?” Tanya Dion “eh aku baru tau itu” kata Tiara, “ah iya aku baru ingat beliau juga kan peternak kuda” “yeeh kau ini udah pikun ya?” kata Tiara sambil menunjuk Dion, sedangkan Dede menggigit jarinya karena khawatir dengan keadaan temannya yang sedang bertarung dengan banteng jadi jadian alias kuda yang sedang ngamuk. “nah mana kudanya?” Tanya pak Roy dengan wajah khawatir. “I – itu pak!” kata Dewi sambil menunjuk ke kuda yang sedang di tunggangi oleh Ade “Poni! Poni!” sepertinya Pak Roy sedang berusaha untuk menenangkan kudanya itu. Setelah kuda tersebut dapat dijinakkan akhirnya Ade dapat bernafas lega. “kalian berlima harus hati – hati nah apa kalian berlima mau minum jus jeruk?” Tanya Pak Roy sambil menunjukkan kea rah sebuah meja dengan beberapa jus jeruk diatasnya. “ah terima kasih” kata mereka sambil berlari menuju ke meja tersebut. Disana sudah ada Shasa yang duduk manis dan menuangkan beberapa jus kedalam gelas, dan menyodorkannya ke teman temannya. “ah segarnya”, “ah nanti kita akan jalan – jalan dengan pak Doni” kata Dewi sambil melihat ke jadwalnya “oh jadi kalian minta Pak Doni buat menjadi pemandu kalian?” Tanya Dion “e’m” “berarti ada piknik kan?” Tanya Ari sambil memainkan lidahnya “ah kau ini ! suka makan tapi beratmu masih segitu segitu aja” kata Ade sambil menjitak temannya “oh ya aku tadi sempet nanya ke pak Roy tentang taman yang ada di hutan kemarin” kata Shasa “eh?” kelima temannya memandangnya “aku juga penasaran lanjutin” kata Dede “katanya sih itu taman hiburan sudah sangat lama ditutup” “memang karena ada misterinya” lanjut Dion “eh misteri?” “iya, soalnya tak ada satupun wahana yang ada di taman hiburan tersebut rusak, dan tiba tiba aja ditutup” “bener juga sih.” “ah aku jadi penasaran” “jadinya gairahku untuk tau jadi bertambah berkali kali lipat”. “yah sekarang waktunya kita mengunjungi ke beberapa tempat yang lain” kata Dewi sambil berdiri. Mereka berenam pun berjalan menuju ke sebuah tempat, Dion udah. “wah selamat siang kalian sudah siap untuk jalan jalan lagi?” Tanya Pak Doni “siap pak!” “bagus sekarang kita akan pergi ke salah satu rumah seorang pelukis yang sangat terkenal di daerah ini.” “wah” mata mereka ber binar binary karana akan berkunjung ke salah satu pelukis yang terkenal di sana yang juga terkenal di provinsi mereka. TOK TOK TOK  “ya silahkan masuk” mereka pun masuk ke dalam gallery milik Valeryna Lioni, seorang wanita yang berumur 45 tahun, pelukis yang sangat terkenal. “wah lukisannya bagus bagus” puji Dewi yang notabenenya penggemar Bu Liona, “itu seperti tempat kita kemarin jalan – jalan kan?” Tanya Ari sambil menunjuk ke salah satu lukisan yang ada disana “ah iya benar, itu merupakan latar tempat kita berfoto kemarin kan Sha?” kata Tiara sambil menyikut Shasa. “ah iya benar” kata Shasa sambil mengangguk tanpa melepaskan pandangan dari lukisan tersebut, Tiara dan yang lainnya melihat ke lukisan yang lain. Memori Shasa tentang lukisan tersebut dan hasil foto mereka “bagaimana bisa?” pikirnya sambil mengingat ingat gambaran foto dan juga lukisan tersebut, serta membandingkannya. Dia lalu menggeleng gelengkan kepalanya, dia lalu mendekati Bu Liona. “…menceritakan tentang perasaan saya terhadap lingkungan daerah saya lahir” “em… permisi” “ya?” “apakah kesan Anda dengan lukisan yang itu?” Tanya Shasa sambil menunjuk ke lukisan yang tadi “oh lukisan tersebut…” wajah Bu Liona sedikit murung “tempat yang sangat sepi dan misterius, itulah gambaran saya tentang lukisan tersebut” “apakah anda pernah pergi ke tempat itu?” Tanya Shasa, wajah Bu Liona semakin suram namun ia tetap berusaha untuk menutupinya.