What I Think About My Neighbourd
by Ni Wayan Shanti Savitri
aku memandang ke luar
jendela. Hari ini adalah hari pertama libur semester 1, kalau dipikir pikir aku
mau ngapain ya? Kalau jalan jalan sama siapa? Sepupu dan saudaraku sudah pada
kerja apalagi salah satu sepupuku sudah menikah beberapa bulan lalu. Kalau teman
teman, ah palingan mereka sibuk dengan pekerjaan sampingan mereka. Sejak
sebulan yang lalu mereka mencari cari lowongan pekerjaan. Dan beberapa dari
mereka dapat dan beberapa tidak. Kalau aku pergi ke rumah teman terdekatku,
palingan yang terjadi bakalan bensinku yang terkuras, yah jarak rumahku cukup
jauh, dan teman temanku itu ada waktu pada saat menjelang sore biasanya sih
kami main futsal saat itu. Alamat rumahku di antara dua rumah dan ditepi jalan.
Cukup mudah diingat tapi susah dicari. Masuk gang sini, masuk gang sana. Haduuh
cukup ribet sih, kalau cari anak tetangga mainannya pasti boneka bonekaan.
Tetanggaku kebanyakan anak ceweknya. Kalau keluar sama pacar, itu sudah pernah
aku lakukan. Dan tadi pagi aku dapat kabar darinya bahwa dia bakalan jalan sama
temannya hari ini. Jadi apa yang harus kulakukan? Berdiam diri dikamar? Main
ps, tak ada gunanya karna listrik lagi mati. Jadi apa yang harus kulakukan?
bersih bersih sudah aku lakukan tadi pagi. Cowok yang rajin itulah aku. Jadi
kuputuskan untuk jalan jalan saja. Yah hitung hitung olahraga, aku menghirup
udara. Aku melangkah ke arah selatan menuju ke sebuah lapangan bulu tangkis.
Lapangan yang cukup sepi, dan sehari harinya juga begitu. Hanya keluargaku atau
tetanggaku yang akan mengisi lapangan ini dengan berbagai kegiatan. Mataku lalu
menangkap seorang gadis yang sedang memantul mantulkan bola basket. Ini
lapangan bulu tangkis bukan lapangan basket neng! Yah dia salah satu
tetanggaku. Umurnya 3 tahun lebih muda dariku namun dia satu angkatan dibawahku.
Jangan salahkan aku, salahkan ibuku yang menyekolahkanku 2 tahun di tk dan juga
guru sd kelas 1 ku. Kalau dibilang kami tidak terlalu dekat. Meskipun kami dulu
cukup dekat, sebagai tetangga, teman, dan musuh abadi. Soal status musuh abadi
itu selalu dikatakan oleh orang dewasa yang ada di daerah sekitar sini. Aku
memandang dirinya yang selalu berusaha untuk memasukan bola basket ke dalam
tong yang sudah dilubangi dan berada diatas sebuah pohon yang cukup tinggi. Aku
lalu mengingat masa lalu beberapa tahun yang lalu, tentang apa yang aku perbuat
padanya. Aku selalu mengerjainya sampai menangis, merusak mainannya lah,
menyembunyikan sepedanya, mengejeknya, menguncinya di dalam wc saat masih SD dan sejuta tingkah
nakal lainnya. Dia biasanya bermain dengan adiknya dan temannya, walau dia yang
paling tua diantara teman bermainnya dia tetap bisa berbaur. Kadang sekarang
aku merasa bersalah, ya rasa bersalah selalu datang paling akhir kan? Dia
adaalah cewek yang pintar, meski dia sekolah di desa namun dia dapat
membuktikan bahwa dirinya bisa masuk ke salah satu sekolah internasional.
Sebetulnya bukan aku saja yang mengerjai dirinya. Disekolah juga cukup sering
terjadi, aku hanya mengerjainya di waktu istirahat dan juga sepulang sekolah.
Dia cukup cengeng diantara semua siswi, kadang aku merasa kasihan. Dia entahlah
dia sebenernya menganggapku teman apa musuh? Kadang dia mengatakan ''aku
membencimu! Kamu anak nakal!'' lalu mendemo di depan rumahku bersama teman
temannya, aku sih tertawa di belakang pohon dan keesokan harinya dia bilang
''hei ayo kita ikut lomba 17 agustus yang diadain di lapangan!'' dengan wajah
semangat atau kadang dia datang bersama teman temanya lalu bilang ''ayo kita
main kembang api!'' dan ''ayo kita main bola bersama di lapangan'' kukira keburukan
yang kuberikan kepadanya akan membuatnya menjauhiku. Aku kadang membelanya
dari anak yang mengganggu dia dan teman
temannya. Dia memiliki fisik yang lemah sehingga kadang kadang dia masuk rumah
sakit. Dia pernah bilang kepadaku bahwa suatu hari nanti dia akan menjadi
seorang guru seperti ayahnya atau seorang arsitek dan membangun sebuah istana
yang megah. Aku juga pernah mengejek sepupunya sehingga sepupunya naik pitam
dan ingin menghajarku, dia dan beberapa temannya berusaha menahannya dan membuatnya
tenang. Sejak menginjak bangku kelas 4 SD dia jarang pergi keluar rumah, kurasa
dia benar benar ingin bersekolah di salah satu SMP bertaraf internasional.
Waktu kelas 5 SD aku dengar dia sering dipukuli oleh berapa anak namun dia diam
saja. Kalau itu aku pasti akan langsung ku balas. Sejak dia sudah SMP dan SMA
dia semakin sibuk saja. Pulang malam, aku yakin dia pasti kelelahan, ada suatu
hari aku melihatnya tiba dirumahnya dengan seragam sekolah, lalu beberapa menit
setelah masuk ke dalam rumah dia keluar lagi dengan membawa tas dan pakaian
yang sudah diganti, dia tampak terburu buru. Dan satu jam kemudian dia kembali,
dia terlalu cepat berlari sehingga dia tak sadar dengan sebuah batu, kakinya
lalu tersandung. Dia terjatuh bersamaan dengan berhamburnya isi tasnya, aku
rasa itu tugas tugasnya, mungkin perjuangannya lebih berat ketimbang anak yang
lain. Aku lihat dirinya yang sekarang, rambutnya dia potong pendek dan dikuncir
satu, tanpa poni. Yah aku rasa dia sedikit risih dengan poninya kalau sedang bermain
basket. Ngomong ngomong soal basket dia kan tidak bisa bermain basket sejak
kecil. Ah... ku tatap langit biru. Dulu dia adalah gadis kecil yang cengeng dan
merupakan orang yang sering kujahili walau lama kelamaan aku suka didekatnya,
kalian tau kan maksudku? Ya dia cinta pertamaku walau aku tak tau apa yang dia
rasakan sekarang. Namun seiring waktu berjalan aku lalu mencintai seorang gadis
yang lain. Dan sekarang dia merupakan remaja yang baik. Aku dengar dia sangat
populer di sekolahnya. Dia merupakan salah Satu orang yang berpengaruh
disekolah. Kata teman sesekolahnya dia sangat PD, cerdas, jago matematika,
tegas, berpenampilan formal, Profesional, ceria dan kadang sedikit kekanakan.
Aku cukup iri dengan perubahannya yang cukup pesat. Sebuah bola basket lalu
menghantam perutku. ''kenapa bengong disitu?'' tanyanya ''ah ya biasa'' jawabku
sambil memantul mantulkan bola basket
tersebut. ''ayo rebut bolanya'' kataku sambil tersenyum licik
''baiklah'' sekarang raut wajahnya seperti seekor harimau yang bergairah untuk
membunuh mangsanya.
''menurutmu aku gimana?''
tanyaku dia menoleh dan meletakkan handuk yang ia pakai untuk mengelap
keringatnya selepas bermain basket tadi. Aku tidak tau kenapa pertanyaan ini
dikeluarkan oleh mulutku ''menurutku kamu itu baik dan perhatian'' jawabnya
santai lalu duduk. Perhatian? Wait! Kok aku dibilang perhatian? ''kan aku...
Maksudku kenapa kamu bilang kalau aku itu perhatian?'' ''hm... Apa ya?'' dia
memandang kelangit ''kamu itu baik dan perhatian karna kalau kamu memang tidak
perhatian dengan sekitarmu kenapa kamu masih membantuku dan anak yang lain
kalau lagi kesusahan? Kamu menjemput Tia ketika hujan deras hari itu, kamu
membela Feb saat ada anak yang ingin menyelakainya, lalu kamu mau mendengar
perkataanku hari itu, padahal kata anak yang lain perkataanku itu konyol dan
kadang susah dimengerti. Aku ngerti kok ketika kamu berbuat nakal kepada yang
anak yang lain. Kamu hanya sebatas mencari perhatian semata, dan anehnya aku
baru menyadarinya sekarang kalau kamu dulu cukup kesepian, ditinggal oleh
ortumu yang sedang bekerja dan pulang ketika malam tiba, kamu bahkan jarang
makan dirumah'' ''thanks ternyata ada yang mengetahui perasaanku dulu bahkan
aku dulu tak tahu kalau aku cukup kesepian'' ''yeah'' dia lalu berdiri, merenggangkan
otot otot tangannya. ''senang menjadi tetanggamu'' katanya ''aku juga''. Dia
lalu berjalan meninggalkanku, aku memandang punggungnya yang jauh. ''aku juga
tau kalau kamu cukup tersiksa dengan aturan yang terlalu banyak itu dulu''
kataku sambil berjalan berlawanan arah dengannya. Well kita punya kisah
tersendiri mengenai tetangga kita.