Jumat, 27 Februari 2015

Kategori cerpen : What I Think About My Neighbourd


 What I Think About My Neighbourd
 by Ni Wayan Shanti Savitri








aku memandang ke luar jendela. Hari ini adalah hari pertama libur semester 1, kalau dipikir pikir aku mau ngapain ya? Kalau jalan jalan sama siapa? Sepupu dan saudaraku sudah pada kerja apalagi salah satu sepupuku sudah menikah beberapa bulan lalu. Kalau teman teman, ah palingan mereka sibuk dengan pekerjaan sampingan mereka. Sejak sebulan yang lalu mereka mencari cari lowongan pekerjaan. Dan beberapa dari mereka dapat dan beberapa tidak. Kalau aku pergi ke rumah teman terdekatku, palingan yang terjadi bakalan bensinku yang terkuras, yah jarak rumahku cukup jauh, dan teman temanku itu ada waktu pada saat menjelang sore biasanya sih kami main futsal saat itu. Alamat rumahku di antara dua rumah dan ditepi jalan. Cukup mudah diingat tapi susah dicari. Masuk gang sini, masuk gang sana. Haduuh cukup ribet sih, kalau cari anak tetangga mainannya pasti boneka bonekaan. Tetanggaku kebanyakan anak ceweknya. Kalau keluar sama pacar, itu sudah pernah aku lakukan. Dan tadi pagi aku dapat kabar darinya bahwa dia bakalan jalan sama temannya hari ini. Jadi apa yang harus kulakukan? Berdiam diri dikamar? Main ps, tak ada gunanya karna listrik lagi mati. Jadi apa yang harus kulakukan? bersih bersih sudah aku lakukan tadi pagi. Cowok yang rajin itulah aku. Jadi kuputuskan untuk jalan jalan saja. Yah hitung hitung olahraga, aku menghirup udara. Aku melangkah ke arah selatan menuju ke sebuah lapangan bulu tangkis. Lapangan yang cukup sepi, dan sehari harinya juga begitu. Hanya keluargaku atau tetanggaku yang akan mengisi lapangan ini dengan berbagai kegiatan. Mataku lalu menangkap seorang gadis yang sedang memantul mantulkan bola basket. Ini lapangan bulu tangkis bukan lapangan basket neng! Yah dia salah satu tetanggaku. Umurnya 3 tahun lebih muda dariku namun dia satu angkatan dibawahku. Jangan salahkan aku, salahkan ibuku yang menyekolahkanku 2 tahun di tk dan juga guru sd kelas 1 ku. Kalau dibilang kami tidak terlalu dekat. Meskipun kami dulu cukup dekat, sebagai tetangga, teman, dan musuh abadi. Soal status musuh abadi itu selalu dikatakan oleh orang dewasa yang ada di daerah sekitar sini. Aku memandang dirinya yang selalu berusaha untuk memasukan bola basket ke dalam tong yang sudah dilubangi dan berada diatas sebuah pohon yang cukup tinggi. Aku lalu mengingat masa lalu beberapa tahun yang lalu, tentang apa yang aku perbuat padanya. Aku selalu mengerjainya sampai menangis, merusak mainannya lah, menyembunyikan sepedanya, mengejeknya, menguncinya  di dalam wc saat masih SD dan sejuta tingkah nakal lainnya. Dia biasanya bermain dengan adiknya dan temannya, walau dia yang paling tua diantara teman bermainnya dia tetap bisa berbaur. Kadang sekarang aku merasa bersalah, ya rasa bersalah selalu datang paling akhir kan? Dia adaalah cewek yang pintar, meski dia sekolah di desa namun dia dapat membuktikan bahwa dirinya bisa masuk ke salah satu sekolah internasional. Sebetulnya bukan aku saja yang mengerjai dirinya. Disekolah juga cukup sering terjadi, aku hanya mengerjainya di waktu istirahat dan juga sepulang sekolah. Dia cukup cengeng diantara semua siswi, kadang aku merasa kasihan. Dia entahlah dia sebenernya menganggapku teman apa musuh? Kadang dia mengatakan ''aku membencimu! Kamu anak nakal!'' lalu mendemo di depan rumahku bersama teman temannya, aku sih tertawa di belakang pohon dan keesokan harinya dia bilang ''hei ayo kita ikut lomba 17 agustus yang diadain di lapangan!'' dengan wajah semangat atau kadang dia datang bersama teman temanya lalu bilang ''ayo kita main kembang api!'' dan ''ayo kita main bola bersama di lapangan'' kukira keburukan yang kuberikan kepadanya akan membuatnya menjauhiku. Aku kadang membelanya dari  anak yang mengganggu dia dan teman temannya. Dia memiliki fisik yang lemah sehingga kadang kadang dia masuk rumah sakit. Dia pernah bilang kepadaku bahwa suatu hari nanti dia akan menjadi seorang guru seperti ayahnya atau seorang arsitek dan membangun sebuah istana yang megah. Aku juga pernah mengejek sepupunya sehingga sepupunya naik pitam dan ingin menghajarku, dia dan beberapa temannya berusaha menahannya dan membuatnya tenang. Sejak menginjak bangku kelas 4 SD dia jarang pergi keluar rumah, kurasa dia benar benar ingin bersekolah di salah satu SMP bertaraf internasional. Waktu kelas 5 SD aku dengar dia sering dipukuli oleh berapa anak namun dia diam saja. Kalau itu aku pasti akan langsung ku balas. Sejak dia sudah SMP dan SMA dia semakin sibuk saja. Pulang malam, aku yakin dia pasti kelelahan, ada suatu hari aku melihatnya tiba dirumahnya dengan seragam sekolah, lalu beberapa menit setelah masuk ke dalam rumah dia keluar lagi dengan membawa tas dan pakaian yang sudah diganti, dia tampak terburu buru. Dan satu jam kemudian dia kembali, dia terlalu cepat berlari sehingga dia tak sadar dengan sebuah batu, kakinya lalu tersandung. Dia terjatuh bersamaan dengan berhamburnya isi tasnya, aku rasa itu tugas tugasnya, mungkin perjuangannya lebih berat ketimbang anak yang lain. Aku lihat dirinya yang sekarang, rambutnya dia potong pendek dan dikuncir satu, tanpa poni. Yah aku rasa dia sedikit risih dengan poninya kalau sedang bermain basket. Ngomong ngomong soal basket dia kan tidak bisa bermain basket sejak kecil. Ah... ku tatap langit biru. Dulu dia adalah gadis kecil yang cengeng dan merupakan orang yang sering kujahili walau lama kelamaan aku suka didekatnya, kalian tau kan maksudku? Ya dia cinta pertamaku walau aku tak tau apa yang dia rasakan sekarang. Namun seiring waktu berjalan aku lalu mencintai seorang gadis yang lain. Dan sekarang dia merupakan remaja yang baik. Aku dengar dia sangat populer di sekolahnya. Dia merupakan salah Satu orang yang berpengaruh disekolah. Kata teman sesekolahnya dia sangat PD, cerdas, jago matematika, tegas, berpenampilan formal, Profesional, ceria dan kadang sedikit kekanakan. Aku cukup iri dengan perubahannya yang cukup pesat. Sebuah bola basket lalu menghantam perutku. ''kenapa bengong disitu?'' tanyanya ''ah ya biasa'' jawabku sambil memantul mantulkan bola basket   tersebut. ''ayo rebut bolanya'' kataku sambil tersenyum licik ''baiklah'' sekarang raut wajahnya seperti seekor harimau yang bergairah untuk membunuh mangsanya.
''menurutmu aku gimana?'' tanyaku dia menoleh dan meletakkan handuk yang ia pakai untuk mengelap keringatnya selepas bermain basket tadi. Aku tidak tau kenapa pertanyaan ini dikeluarkan oleh mulutku ''menurutku kamu itu baik dan perhatian'' jawabnya santai lalu duduk. Perhatian? Wait! Kok aku dibilang perhatian? ''kan aku... Maksudku kenapa kamu bilang kalau aku itu perhatian?'' ''hm... Apa ya?'' dia memandang kelangit ''kamu itu baik dan perhatian karna kalau kamu memang tidak perhatian dengan sekitarmu kenapa kamu masih membantuku dan anak yang lain kalau lagi kesusahan? Kamu menjemput Tia ketika hujan deras hari itu, kamu membela Feb saat ada anak yang ingin menyelakainya, lalu kamu mau mendengar perkataanku hari itu, padahal kata anak yang lain perkataanku itu konyol dan kadang susah dimengerti. Aku ngerti kok ketika kamu berbuat nakal kepada yang anak yang lain. Kamu hanya sebatas mencari perhatian semata, dan anehnya aku baru menyadarinya sekarang kalau kamu dulu cukup kesepian, ditinggal oleh ortumu yang sedang bekerja dan pulang ketika malam tiba, kamu bahkan jarang makan dirumah'' ''thanks ternyata ada yang mengetahui perasaanku dulu bahkan aku dulu tak tahu kalau aku cukup kesepian'' ''yeah'' dia lalu berdiri, merenggangkan otot otot tangannya. ''senang menjadi tetanggamu'' katanya ''aku juga''. Dia lalu berjalan meninggalkanku, aku memandang punggungnya yang jauh. ''aku juga tau kalau kamu cukup tersiksa dengan aturan yang terlalu banyak itu dulu'' kataku sambil berjalan berlawanan arah dengannya. Well kita punya kisah tersendiri mengenai tetangga kita.

Sasame yuki terjemahan

 Terjemahan lagu Sasame Yuki




Cahaya hujan salju ...
Jika tidak ada yang akan bekerja untuk sayaLalu aku akan memegang tangan Anda eratTidak ada yang bisa dilakukan jika saya menangisMungkin Anda akan mengatakan sesuatu tentang hal ituAku pura-pura menjadi sangat patuhBerbalik ke arah sudut jalanJika air mataku terlihat, maka saya akan kehilanganMerenungkan diam-diam sendiri
Anda pastiAkan mengejar sayaAkan menelepon saya nama saya jugaTanpa melihat ke belakang, saya tungguTapi Anda membiarkan saya meninggalkan
Cahaya hujan saljuRobekan kesedihan menjadi potongan-potonganAngin bertiup utaraBiarkan anak-anak menjadi lebih kuat dengan kesederhanaanBiarkan semuanya mencair di sini denganMenyesaliKarena kenangan selaluJadi, begitu indahSampai wajah dan rambut saya basahDan aku lupa tentang menjadi dinginSalju LightMenyesali
Sepertinya itu akan berhenti, tetapi tidak berhentiSeperti hujan yang hanya hujan setengahCinta yang buruk yang membuat orang menyerahSaya hanya ingin meninggalkan senyum terakhir sayaSama seperti ketika aku kembali ke rumahJantung dan tubuh saya semua basahMereka sakit tak terlihat di dadakuBahkan kehangatan perlahan menghilang
Saya ingin lebihJika itu membuat Anda bingungMaka akan Anda membuatnya berhenti?Jangan mencari alasanKarena aku mencintaimu
Hujan es seperti saljuApa yang ingin kamu katakan?Ini tidak langsung jatuhSeperti hujan dan seperti saljuPerasaan incompareble saya sedih dalamNyeri TekanSalju beratJatuh begitu sajaMengubah masa lalu ke dalam airAku bisa memilih untuk menyerahHujan es seperti salju
Karena aku mencintaimuAku mencintaimu
Cahaya hujan saljuRobekan kesedihan menjadi potongan-potonganAngin bertiup utaraBiarkan anak-anak menjadi lebih kuat dengan kesederhanaanBiarkan semuanya mencair di sini denganMenyesaliKarena kenangan selaluJadi, begitu indahSampai wajah dan rambut saya basahDan aku lupa tentang menjadi dinginSalju LightMenyesali

Senin, 23 Februari 2015

kategori cerpen : skirt hirari

Skirt Hirari
by ni wayan shanti savitri





Hari ini beberapa murid dari kelas A mulai meributkan soal nasib sekolah mereka yang tak kunjung terkenal, malah beberapa orang orang menganggap sekolah mereka itu sangan jelek, Majisuka Gakuen siapa yang sangka? Mereka hanya ber 20 orang, untuk siswa generasi pertama itulah yang terjadi. “Aku bahkan diejek oleh beberapa orang ketika pulang dari sekolah” kata Michan “tak apa juga kita murid baru kan? Kita akan berusaha untuk menjadi yang terbaik” kata Risa sambil melihat ke luar jendela, ‘sepertinya akan ada angin deh’ batinnya. Pintu kelas terbuka “Ohayou Minna” sapa Sang Guru “Ohayou…” ke dua puluh empat murid tersebut member hormat kepada guru yang selama 3 minggu ini mengajari mereka. “nah sekarang kita kedatangan murid baru” kata Sensei, “murid baru?” “yakin kok dia bisa masuk kesini?” “apakah dia mempunyai rambut yang panjang?” “dia seperti apa ya kira kira?” semua murid bisik bisik. “nah Mariko sama silahkan masuk” yang dipanggil lalu masuk ke dalam kelas. “eh? Bukkannya dia itu anak yang bekerja di kafe depan sekolah?” kata Takamina “iya benar”  timpal yang ada disampingnya Rina. “watashi Shinoda Mariko yoroshiku…” katanya sambil sedikit membungkukkan badan. “nah Shinoda-san duduklah di sebelah sana” kata Sensei, Mariko pun berjalan ke tempat duduknya dan duduk disana. “KYA!!!!” semua orang menoleh, “nani Haruna-san?” Tanya Atsuko yang duduk disebelahnya “menteganya meleleh di nasiku!” kata Kojiharu sambil menjauhi kotak makannya tersebut. “oh ternyata seperti itu…” kata Risa sambil sedikit terkikik mereka sekarang sedanga ada di kantin. “kau tak suka dengan makanan yang berminyak ya?” Tanya Kazumi “bukan seperti itu Kazumi-san!” kata Kojiharu sambil menggeleng. “Ohayou minna!” kata Nozomi, dibelakangnya ada seorang yang tinggi dan berambut pendek, kalau bukan si murid baru siapa lagi? “oh Nozomi-chan” kata Takamina ketika mengenali orang yang sedang menyapa mereka. “oha yo you…” kata Mariko sedikit terbata bata, “kami boleh duduk disini nggak?” Tanya Nozomi “tentu saja” kata Risa sambil menggeser tempat duduknya. “sepertinya aku pernah mengenalimu” kata Rina sambil mefokuskan matanya ke wajah Mariko, yang dilihat cuman malu. “dia kan bekerja part tie di kafe depan sekolah” kata Kojiharu yang akhirnya memakan nasinya itu. “bukan bukan kau pernah ikut tes deh kemarin” kata Risa “tes? Tes apa?” tanya Takamina “buat masuk ke sekolah ini!” kata Rina “eh etto..” Mariko mengaruk garuk pipi bagian bawahnya yang tida gatal. “kau kan ikut tes , aku satu ruangan denganmu waktu itu” kata Tomomi yang tiba tiba saja ada di samping Kojiharu dengan sebuah roti ditangannya. “KYA!!! Tomochin! Kau mengagetkanku!” kata Kojiharu sambil berusaha untuk menahan nasinya di mulut agar tak keluar. “kau ikut tes?” “ah iya dan aku tak lulus” “truss bagaimana kau bisa masuk ke sekolah ini?” Tanya Takamina “dia memiliki keunikan tersendiri sehingga aku memasukkannya ke sekolah ini, sama sepertimu Takamina-san” kata Akimoto Sensei yang lewat di depan mereka denagn membawa seekor kucing di pangkuannya. “Sensei sensei!”  mereka semua menunduk member hormat “kalian haru berjuang mimpi kalian belum sampai” kata Sensei Akimoto lalu pergi. “ah….” Merekasemua mendesah.
            Mereka kembali ke kelas setelah bel tanda dimulainya belajar berbunyi, “kayano-chan apakah kau bisa membantuku?” Tanya Atsuko sambil melepaskan kacamatanya “nani Achan?” “em… begini tentang ramalanmu yang kemarin” “oh ramalan” semua orang yang ada di kelas langsung mendekati mereka berdua ketika mendengar kata ‘ramalan’ kecuali Mariko yang sibuk dengan earphone dan bukunya. Masuyama Kanayo atau biasa di panggil Kayano-chan atau kanachan adalah salah satu murid yang suka meramal. “tentang angin yang akan sangat kencang?” Tanyanya, Atsuko mengangguk yang diikuti oleh murid murid yang lain setelah Atsuko. “lebih baik kita membeli rok yang lebih panjang” kata Hana sambil melihat ke roknya yang diatas lutut tersebut “mungkin rok yang sedikit lebih panjang dari lutut?” usul Risa “ya itu ide bagus, tapi…” semuanya melihat kea rah Takamina yang kelihatannya berfikir sangat serius. “yang kutau rok persediaan sekolah kita sedang… maksudku belum ada stoknya” kata takamina yang ditangapi dengan sedikit eluhan dari  teman teman sekelasnya “bagaimana denganmu Mai?” Tanya Hana “em… mungkin Roknya belum jadi, bagaimana kalau kita saja yang menjahitnya?” Tanya Mai “Oshima-san diantara kita siapa yang bisa menjahit rok?” Tanya Kazumi “hem… aku bisa” kata Tomomi “aku juga!” kata Kojiharu “baiklah ! nanti kita akan beroperasi sepulang sekolah!” kata Takamina “Hai!”. Sepulang sekolah beberapa murid pergi ke gudang sekolah dan beberapa murid pergi ke toko alat jahit untuk membeli peralatan jahit, dan seorang murid lainnya pergi ke rumahnya untuk mengambil mesin jahit. “wah semuanya udah dikumpulkan?” Tanya Takamina “sudah!” jawab semua murid “baiklah ayo bekerja!”  mereka pun mulai bekerja membuat Rok dan seragam baru khusus untuk musim yang berangin nanti. Mulai dari mengambil ukuran badan setiap murid, desain seragam, ukuran panjang setiap Rok karna rencananya rok untuk seragam ini harus lebih panjang. Jam telah menunjukkan pukul 6 sore. “janee!!!” beberapa murid pulang ke rumahnya masing masing karna hari semakin malam. “kojiharu-san, tomochin kalian harus istirahat dulu” kata Rina sambil menyodorkan 2 buah teh hangat untuk temannya yang sedang bekerja keras ini. “ah nanti saja” kata Kojiharu sambil terus melipat beberapa bagian kain. “benar sebaiknya kalian yang istirahat dulu” kata Tomomi. Sekarang mereka bertujuh di sekolah, mereka sudah meminta izin untuk sekolah lebih lama. “aku akan membeli beberapa camilan” kata Atsuko sambil pergi keluar sekolah “eh tunggu! Kau tak boleh pergi sendirian!” teriak Takamina sambil mengikuti  Atsuko. “Kemana mereka?” Tanya Risa sambil meletakkan beberapa seragam yang selesai dijahit di sebuah lemari. “entahlah katanya mereka kan membeli cemilan” kata Mai sambil mencuci beberapa pakaian, (tentu saja sebelum digunakan pakaian itu harus dicuci) “Achan tunggu!” teriak Takamina sambil berlari “oh Takahashi-san” kata Atsuko sambil menghentikkan langkahnya. “ah Atsuko-chan aku lelah mengejarmu, seharusnya kau tak pergi sendirian apalagi sekarang mau malam.” Kata Takamina sambil mengatur nafasnya. Angin bertiup sedikit lebih kencang sehingga kedua gadis itu melindungi matanya dan wajahnya, beberapa dedaunan berterbangan, seragam mereka bergoyang ditiup sang angin. Rok mereka terus bergoyang mengikuti arah angin yang datang. “aku membawa jaket tangkap!” kata Takamina sambil melempar sebuah jaket kearah Atsuko “ah arigatou” kata Atsuko sambil memakai jaket tersebut. Mereka naik sebuah bus untuk pergi ke supermarket terdekat, karena beberapa minimarket di dekat sekolah mereka sudah pada tutup. “eh takamina kita akan membeli apa saja?” Tanya Atsuko “eh bukkanya kamu yang memperkarsai kita berada di tempat ini!” kata Takamina sambil menjitak kepala Atsuko. “ah gomen…” kata Atsuko sambil mengelus elus kepalanya yang sakit. “Kya!! BUsnya!” Takamina berteriak karna bus yang akan mereka tumpangi sudah melaju. “kita harus mengejarnya atau kita harus berjalan 5 kilometer sebelum terlambat!” kata Takamina sambil berlari dan diikuti oleh Atsuko mereka berlari di cuaca yang sedikit tak bersahabat, angin bertiup sedikit kencang sehingga laju lari mereka agak terhambat. “HWA!!” jaket milik Atsuko terbang ditiup angin, dia berhenti sejenak untuk menyeimbangkan badannya. “Takamina-san!” Takamina sudah tak kuat lagi mengejar bus tersebut. “bagaiaman sekarang?” Tanya Takamina ketika Atsuko sudah ada di dekatnya, Atsuko menggeleng. TIIT! TIT! TIT! TIT! Sebuah bunyi klakson mobil, “Sensei!” kata mereka bersamaan “oh apakah jaket ini milikmu Maeda-san?” Tanya Sensei Akimoto “ah Arigatou Sensei” kata Atsuko ketika jaket tersebut sudah ada di tangannya. “aku akan mengantar kalian ke sekolah” kata Sensei Akimoto “Arogatou Sensei!”.
            “kya!! Mesin pengering pakaiannya rusak!” kata Rina semuanya menoleh kearah sumber suara. “besok kita jemur bagimana?” Tanya Tomomi sambil merapikan ikatan Rambutnya yang rusak, seorang dengan poni yang  rata dengan alis matanya dan rambut pendek yang kuncir dua, membuatnya semakin cute saja. “kita bisa menginap disini, di UKS tepatnya” kata Takamina “Hai!”.  Jam telah menunjukkan pukul 8 pagi, namun matahari sudah ada diatas. Mereka pergi keatap sekolah untuk menjemur seragam yang telah mereka buat dengan susah payah. Hari ini hari minggu jadi mereka dapat membersihkan diri. Jam telah menunjukkan pukul 1 siang, mereka kembali ke atas atap untuk mengambil seragam yang telah jadi, beberapa siswa juga ada yang datang untuk membantu mereka. Tiba tiba angin bertiup dengan kencang sehingga menerbangkan beberapa seragam. “HWA!!!” mereka segera mengambil seragam itu, angin bertiup terus membuat mereka kewalahan. Rambut mereka berkibar ditiup angin, seragam mereka seperti ditariki tarik. “kojiharu-san!” panggil Tomochin “KYA!!” “bertahanlah Tomochin” ya Tomochin sekarang ada di bibir atap sekolah dengan kedua tangannya yang berpegangan di bibir atap sambil memegang rok baru miliknya, Kojiharu segera membantu Tomochin. “arogatou Kojiharu-san”. “Takamina! Sekarang bagaimana?” Tanya Atsuko “entahlah selamatkan saja seragam yang bisa kau selamatkan!” kata Takamina sambil menahan tiupan angin yang kencang “bawa ini Atsuko-chan” kata Takamina sambil memberikan beberapa seragam yang tadi dia bawa. “Atsuko masuk ke dalam gedung sekolah dan segera menyimpan semua seragam itu lalu kembali ke atas atap sekolah untuk membantu yang lain. “Takamina-san!!” teriak beberapa siswi ketika melihat apa yang dilakukan Takamina. Takamina berusaha untuk mengambil sebuah Rok yang tersangkut di tiang tinggi di tepi atap, rok tersebut terus berkibar seperti bendera karna ditiup angin yang kencang dan Takamina berusaha untuk mengambilnya, tingginya hanya 148 cm namun usahanya tak akan pupus. Takamina hampir meraihnya sebelum rok tersebut terbawa angin dan dirinya jatuh dari atap  “KYA!!” Takamina lalu ditangkap oleh Mariko. “menunduk semuanya!” kata Mai sambil melempar kail pancingan ke arah rok tersebut dan berhasil mengail rok tersebut “tak sia sia kemampuan memancingmu” kata Hana sambil menepuk pundak Mai “Mai mai gitu” kata Mai sambil tersenyum sambil memutar pancingannya agar Rok tersebut dakam jangkauan untuk diambil. Atsuko lalu mengambil rok tersebut.”Yei!” akhirnya perjuangan mereka untuk mengambil seragam yang berterbangan itu berhasil. Mereka sekarang berdiri di atas atap sekolah dengan seragam khusus musim berangin mereka. “Minna! Ayo kita menari dan menyanyi!” kata Takamina sambil menaikkan tangannya “yosh!!” 

kategori cerpen : niji no ressha

niji no ressha

by ni wayan shanti savitri





''nani?'' Kumi menghela nafas panjang, ''watashi-" perkataannya terpotong oleh sebuah suara ''Yagami san!'' duo Matsui langsung berlari kearahnya ''itu tidak mungkin kan?'' Jurina dengan nafas masih tersengal sengal bertanya kepada Kumi ''ya benar'' DEG
keheningan menyelimuti kelas mereka sebentar. ''Yagami san Dame!'' tangis Jurina sambil memeluk sahabatnya. ''nee.. Jangan menangis'' kata Kumi ''Kumi beneran mau lulus?'' tanya Yuria ''ya benar, aku akan melanjutkan kuliahku di Tokyo'' jawab Kumi
''selamat ya Kumi chan kamu dapat beasiswa'' kata Rena ''nanti jangan sampai mengecewakan'' ''hai''.
Kumi berjalan melewati sebuah kelas, dia tak menyadari seorang cowok mengikutinya, keluar dari kelasnya.
''ne ohayou Yagami''
Mendengar namanya di katakan Kumi berbalik. ''Watanabe san?'' cowok tersebut lalu nyengir ''hei jangan memanggilku dengan sebutan Watanabe salah salah saudara kembarku yang datang'' ''Gomen, ada apa? Tumben kau memanggilku dengan nama belakangku dan ada apa dengan pipimu itu?'' Watanabe Tatsuya cuman bisa senyum senyum sambil garuk garuk kepalanya yang tidak gatal. ''baru putus dengan Mukaida san'' ''putus? Wah wah sepertinya playboy sekolah kita ini mulai meningkat prestasinya'' kata Kumi ''kita ke perpustakaan yuk! Aku mau bicara sesuatu'' Kumi mengikuti langkah kaki temannya itu. Penasaran dengan hal yang selanjutnya akan dikatakan oleh teman cowoknya itu. Dia Yagami Kumi berteman dengan Watanabe Tetsuya sejak masuk ke SMA ini. Dahulu waktu kelas X mereka sekelas namun kelas kembali dirombak setahun lalu membuat mereka berbeda kelas. Tapi itu bukan penghalang mereka untuk tetap berteman sampai sekarang. Kumi berharap agar mimpinya menjadi kenyataan. Mimpi seorang gadis polos tentang cinta. Namun pemikiran dan harapan itu langsung pupus saat dia ingat kebiasaan Tatsuya, disaat saat dia sudah putus dari pacarnya. ''kayaknya Matsui san itu manis ya?'' itulah kata yang terucap dari mulut Tatsuya. Bisa ditebak hari ini dia mungkin akan mengincar salah satu cewek yang bermarga Matsui di kelasnya. Tapi apa salahnya dia berharap? Walaupun harapannya selalu pupus.
''matsui yang mana nih? Yang pintar dance atau yang suaranya bagus''
''kalau kamu tanya ya yang suaranya bagus donk''
''kebiasaanmu itu, kemarin Haruna san lalu Asuka san lalu yang terakhir ini teman sekelasmu Mukaida san. Yah walaupun dia juga teman mainku tapi tak segitunya juga. Engkau selalu mencari sasaran yang merupakan cewek terpopuler, mempunyai suara yang bagus dan teman dekatku, dan sekarang kau naksir sama Rena chan?''  ''yah begitu'' Tatsuya menengadah ke langit langit perpustakaan. Dia memang sering menjadikan perpustakaan sebagai tempat mendiskusikan sesuatu, terutama cewek. Keuntungan berdiskusi disini yaitu sepinya pengunjung dan yang kedua dia bisa melihat seseorang dari balik kaca jendela. Entah siapa itu, ''kamu mau aku ceritain semua tentang Rena chan?'' ''iie, aku sudah tau'' ''tumben biasanya kamu, memanfaatkan aku buat cari informasi dan melancarkan dinnermu bersama mereka'' ada nada menyindir di kalimat Kumi yang membuat Tatsuya menatapnya tajam, mengalihkan pemandangan yang ada di kaca jendela ''aku kan hanya meminta bantuanmu bukannya memanfaatkanmu'' kata Tatsuya ''ya gomen''. Tatsuya kembali melihat ke arah kaca yang bening tersebut. Kumi juga ikutan melihat pemandangan dibalik kaca jendela, dadanya yang sakit harus ditahannya lebih lama. Rasa cemburu yang selalu terkoar koar ketika Tatsuya selalu membicarakan cewek lain dihadapannya dan membanding bandingkan dirinya dengan mereka. ''Rena chan cantik, aku suka kepadanya. Kira kira boneka beruang warna pink cocok tidak jadi hadiah buatnya?'' ah ya boneka dia juga suka boneka ''benar dan jangan lupa ada hiasan pitanya, dia suka dengan sesuatu yang ada pitanya juga''
Berfikir sendiri, Kumi menerawang sedikit tentang temannya Rena, dia sedikit takut kalau keduanya jadian lalu Tatsuya memilih putus dengan Rena dan membuat cewek itu jadi sedikit Brutal. Dia ingat kejadian waktu musim panas yang lalu. Kato san dan Rena suka pada orang yang sama, lalu keduanya di PHP in oleh Takeuchi senpai dan membuat keduanya melampiaskan rasa sakitnya ke orang lain. Waktu itu Kato san hampir saja membunuh seorang adik kelasnya. Kalau Rena chan, dia teriak teriak di atas sebuah gedung lalu hampir mencelakai dirinya dan Akari san. ''seandainya kamu cantik pasti ada yang mau'' kata Tatsuya ''yah begitulah aku kan memang cewek yang tidak populer'' ''kau punya berita yang bagus?'' ''iie''
''lama banget liatnya'' Tatsuya langsung gelagapan lalu menatap kedepan ''pasti ada yang lain selain Rena benar tidak?'' berusaha untuk tidak menangis dan menunjukkan dukungannya kepada Tatsuya.
''nanti bilangin ke Rena aku menunggunya di belakang sekolah setelah pulang sekolah'' kata Tatsuya sambil berdiri
''yah sampai disini ya pembicaraan kita? aku akan memberitahunya. Ja, mata ashita''
Mereka lalu berpisah di koridor sekolah. Ingin rasanya dia sekarang menangis sejadi jadinya, namun tahan saja dulu. Setidaknya dirinya dapat membantu dia. ''Rena chan'' ''oh Kumi chan, Doushite?'' ''Watanabe Tatsuya menyuruhmu untuk pergi ke belakang sekolah pulang sekolah nanti'' ''oh Tatsuya  kembarannya Mayu chan?'' Kumi mengangguk. ''ya oke lah'' lalu dia melanjutkan ngobrolnya dengan teman teman sedangkan Kumi harus mengurus kepergiannya dari sekolah, menjadi siswi yang jenius membuatnya lulus lebih cepat. ''Ta Takahashi san'' Kumi terkejut sekaligus bingung. ''hai, Doushite?'' ''watashi Yagami Kumi desu'' kata Kumi sambil menunduk 90 derajat ''ah kau yang namanya Yagami san, baiklah kalau begitu kau isi lengkapi surat surat ini'' Takahashi san memberikan beberapa lembar kertas dan Kumi pun mulai menulis. ''wah kelihatannya kita bakalan kehilangan satu siswi lagi'' kata Takahashi ''tapi aku bangga padamu'' ''se senpai bangga kepadaku?'' ''tentu saja jarang ada siswi yang dapat beasiswa secepat ini'' Takahashi membersihkan ruangan tersebut. ''ano Takahashi san...'' ''ya aku jadi Ketua OSIS untuk tahun ini'' ''iie bukan itu'' ''lalu?'' ''Takahashi san pernah sakit hati tidak?'' Takahashi menghentikan kegiatannya lalu duduk. ''kurasa pernah'' ''oh gitu ya...'' ''kau pasti lagi sakit hati kan?'' Kumi mengangguk ''siapa?'' ''Tatsuya kun'' ''Tatsuya...  Oh... Aku tau si playboy sekolah itu kan?'' Kumi mengangguk ''Takahashi san bagaimana caranya untuk...'' ''begini sebelum kepergianmu ungkapin rasamu kedia'' ''tapi bagaimana caranya?'' ''ya kalau kamu tidak bisa ngomong kasih saja dia surat'' ''tegami?'' Takahashi mengangguk. ''KEMI!!!'' (ketua mini) teriak salah satu siswi sambil masuk seenaknya kedalam ruangan OSIS. ''Yuuko san diamlah!'' kata Takahashi sambil memukul kepala temannya itu ''sakit'' keluhnya.
Kumi berjalan jalan di salah satu Departement store yang ada di daerahnya, membeli perlengkapan yang dia butuhkan. Tanpa sadar matanya menangkap pemandangan itu. Disana Rena dan Tatsuya sedang asik memilih boneka sesekali tawa menghiasi wajah mereka. Bodoh Bodoh seharusnya kau jangan berharap banyak Kumi! Batinnya, tanpa sadar sesuatu yang cair turun dari kelopak matanya.
''Tatsuya datanglah ke stasiun jam 3 siang aku menunggumu'' itulah pesan yang ia dapat ketika dia sibuk membungkus bento untuk adiknya. ''Onisan! ini buat siapa?'' tanya Hikari ''untuk seseorang'' jawab kakaknya ''huh kirain buat aku'' Hikari lalu kembali menonton TV, terkadang dia mendengar tawa adiknya. Tatsuya lalu melihat acara yang ditonton oleh adiknya. ''kamu suka dengan film itu ya?'' ''iya kak! Suatu hari nanti aku pasti bisa menjadi yang terbaik di sekolah dan mengalahkana Mamoru'' Mamoru itu peraih rangking 1 di sekolahnya Hikari. ''nisan apakah suatu hari nanti aku bakalan diajak naik kereta pelangi?'' sungguh kepolosan seorang anak kecil ketika menginginkan hal yang ada di dalam sebuah kartun. ''hm... Mungkin''.

Acara kelulusan di musim semi itu adalah hal yang membosankan bagi Tatsuya, sambil menendang kaleng dia keluar dari gedung aula sekolah mengacuhkan kegiatan yang ada di dalamnya. Bocah yang baru lulus dari sekolah dasar tersebut lalu melempar botol air yang dibawanya. dan mengenai tembok di sisi timur.
 Beberapa saat kemudian terdengar suara tangisan dari sana. Dia lalu berlari kesana dan menemukan seorang gadis yang menangis ''lukisan bunga sakuraku hiks'' ''gomen ne nasai!'' kata Tatsuya ''aku yang melempar botol tersebut gomen!'' gadis itu berhenti menangis melihat penyesalan dari Tatsuya. ''ini'' gadis itu memberikan Tatsuya sebuah kuas, ''tolong bantu aku melukis kereta pelangi'' Tatsuya menaikan salah atu alisnya ke atas ''kau harus membantuku melukisnya supaya kereta tersebut akan datang dan membawaku ke impianku!''

Kumi menghela nafasnya ketika melihat jam tangannya, stasiun hari ini sangat berangin hampir saja topinya terbang ditiup angin. Stasiun yang teramat canggih, kini relnya terletak di atas tanah. Kata Takahashi san aku harus memberikan ini ke orang yang aku sukai batinnya. Tapi kenapa dia lama sekali ya? Batinnya lagi.
''Kumi chan!'' ''Tatsuya?'' disana seorang cowok berdiri sambil terengah engah. ''kamu tidak pernah memberitahuku kalau kamu mau pergi'' ''etto...'' ''kenapa kamu nyuruh aku datang kesini juga? Aku kan ada acara dengan Rena san'' huh dasar Tatsuya batin Kumi. ''aku cuman mau kamu melihat kepergianku'' ''eh ini serius?'' dilihatnya pelangi yang muncul di balik awan di arah timur sedangkan sebuah kereta datang dari arah barat
''ini pasti gara gara aku ya? Kamu pergi''
''ini bukan salahmu dan bukan salah siapa siapa, ini cuman sebentar. Aku cuman pergi sebentar. Nanti ketika aku sudah berhasil kau bisa memujiku atas hasil kerja kerasku''
''kumi...''
Tatsuya memegang tangan Kumi dengan erat seakan tak akan membiarkan cewek itu pergi
''doushite?''
''Kumi ga suki kara. Se seharusnya aku mengatakan ini dari awal tapi aku tak sanggup, bahkan hanya untuk melihat wajahmu aku hanya bisa melihatnya melalui pantulan kaca jendela''
Tatsuya lalu mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk kereta api dengan pelangi diatasnya. ''kau pernah bilang kalau kau menyukai kereta pelangi kan? Sebelum pergi aku ingin memberikannya kepadamu''

''ah kau tak mendengar tentang kepergian Kumi?'' Tatsuya menggeleng ''kenapa dia tak memberitahumu? Ah dasar Kumi'' ''lalu apa sebaiknya yang aku lakukan?'' ''hadehh... Tatsuya kamu tidak perlu menguji kecemburuannya terlalu lama'' dasar cowok batinnya, dia itu udah ngasih perhatian ''kalau begitu bantu aku'' ''bantu apa?'' ''aku ingin memberlikannya hadiah sebelum dia pergi'' ''nah kalau soal itu kau datang ke orang yang sangat tepat aku akan membantumu mencarikan hadiah yang bagus''

Kumi melepas tangannya dari genggaman tangan Tatsuya
''Kumi''
''arigatou, atas semuanya''
Kumi memegang erat gantungan kunci tersebut. Dia lalu memandang ke belakang.
''bagaimana jika keretanya sudah berangkat? Ketika kita sudah bertemu?''
Wajahnya kini basah oleh air mata
''aku pernah berfikir akankah kamu menghentikanku dan berkata jangan pergi? Dan meninggalkan perasaan cinta ini?''
Kumi lalu berlari ke arah pintu masuk kereta ''anata ga suki deshita, Saigo ni iitakute!''
Pintu kereta pun tertutup
''Kumi chan Sayonara!''
Kumi pun menangis, Tatsuya hanya melihat kepergian Kumi.

''kereta pelangi''



kategori cerpen : Because they learn about love ver. 3

Because they learn about love ver. 3

by ni wayan shanti savitri



''maaf ya aku lagi sibuk'' Verly menatap Soni yang memakai baju basket.
''ya gue ngerti kok'' kata Verly sambil tersenyum
''gue cuman mau bilang mulai hari ini gue akan sibuk mempersiapin diri gue yang ikut OSN provinsi''
''good luck''
''Lo juga good luck'' Verly lalu Meninggalkan gedung olahraga.

Malamnya Verly sibuk menyalin materi yang tadi pagi diberikan oleh Kak Budi, biasanya sih Soni udah ngirim sms jam segini namun akhir akhir ini dia jarang memberi kabar. Mungkin tuh anak lagi capek,  sehabis latihan dia Langsung tidur nyenyak. Verly mengirim sms singkat
''malam Soni, tidur yang nyenyak ya!'' Verly lalu menghempaskan dirinya ke kasur dan menutup matanya.

Pagi harinya Verly melihat wajah Tia yang pucat.
''Tia Lo kenapa?'' tanya Verly
''kemarin hujan deres, dan aku ya kebasahan'' Tia lalu bersin,
''kalo lo gini mendingan Lo nggak ikut olahraga deh'' kata Verly.
''nggak, nggak aku harus ikut  olahraga''
''tapi kondisi Lo...''
''hei semuanya ayo ke lapangan!!!'' teriak  Gil si ketua kelas. Tia bersikeras untuk tetap ikut olahraga walau Verly melarangnya. Dan sebagai akibatnya Tia pingsan waktu tes lari. Gil, husman, dan Soni (kebetulan jadwal olahraga mereka sama) mengangkat tubuh Tia dan membawanya ke UKS, tentu saja sebagai sahabat Verly ikut.
''kami duluan ya'' kata Gil dan Husman
''kamu nggak balik?'' tanya Soni
''nggak Gue mau disini jagaiN Tia''
''tapi kamu kan sekarang ada tes, biar aku saja yang jagain, lagi pula gara-gara aku dia jadi sakit begini'' kata Soni sambil mendorong tubuh Verly keluar UKS,
''tapi-''
''Verly! Ayo cepat! Sekarang giliranmu!'' teriak Anna, dengan terPaksa Verly meninggalkan Soni dan Tia, 'ngapain mereka kemarin?' tanya Verly dalam hati sembari mengingat perkataan Soni ''...gara gara aku....''

Setelah selesai olahraga, Verly segera pergi ke UKS buat melihat keadaan Tia, dia nggak berlari setelah dekat dengan UKS dari balik kaca yang agak kotor Dia melihat seorang seorang cowok memegang tangan Tia sesekali menciumnya, cowok tersebut masih memakai baju olahraga.  'apa mungkin dia Soni?' tanya Verly, dadanya langsung sesak dan tertancap jarum, seseorang menarik tangannya dari belakang,
''Vei? Ada apa?'' tanya Verly
''dari tadi aku nyariin kamu,  sekarang kita disuruh pergi ke lab''
''pembinaan?''
''Vei!!! Verly!!!'' teriak Kak Budi,
''ayo cepet! Tuh kak Budi udah manggil'' kata Vei sambil menarik tangan Verly. Menjauh dari tempat tersebut.

selesai pembinaan Verly masuk ke dalam kelasnya, dan melihat Tia sudah duduk di bangkunya.
''Tia!'' kata Verly sambil duduk di kursi sebelah Tia, sedangkan Tia terkejut dengan kedatangan VerlY yang terkesan buru-buru dan cepat.
''kemarin apa yang kalian lakukan?''tanya Verly to the point
''kami? Maksudmu?''
''Lo dan Soni apa yang terjadi dengan kalian kemariN?'' Tia diam sejenak sepertinya dia sedang berfikir
''cuman pulang bareng, kemarin kan latihannya sampai malam'' jawab Tia
''sampai jam setengah sembilan malam?'' Verly ingat kemarin jam segitu baru Turun hujan.
''bener... Kalau nggak percaya tanya sendiri padanya''
''hm... Yaudah deh aku percaya, kalian cuma pulang bareng saja kan?''
''iya bener'' Verly merasa bahwa Tia berbohong.

''hei kemarin kalian lihat nggak latihan cheersnya? Gaya mereka bagus dan hot banget'' Verly yang mendengar suara tersebut langsung menengok ke sumbernya
''eh... Emangnya dari mana Kamu tau?''
''aku kan ikut pantau latihan cheers sama basketnya, sekertaris OSIS gitu''
''permisi, kemarin latihan cheers sama baSketnya sampai jam berapa?'' tanya Verly,
''kalau nggak salah jam 6 sih''
''nggak malem?''
''nggak kok''
''kemarin Tia pulang sama siapa?'' tanya Verly lagi
''Sama Soni'' jawab cewek itu. Jleb, dada Verly seperti ketiban batu besar dengan berat berton ton, bel pulang pun berbunyi. Verly segera mengemas peralatan tulisnya. Dia melihat ke arah depan, tepatnya ke bangku Tia. Cewek terSebut terlihat tergesah gesah memasukan buku dab alat tulis. Biasanya dia orangnya berhati hati dan rapi, namun baru kali ini dia melihat Tia memasukan Barangnya dengan asal-asalan. 'mungkin dia ada janji dengan seseorang tapi siapa?' tanya Verly dalam hati. Ketika Tia Pergi ke luar kelas, diam diam Verly mengikutinya. 'kelihatannya dia seperti memastikan sesuatu tidak mengikutinya atau berada di dekatnya' Batin Verly ketika melihat gerak gerik Tia. Verly mengikutinya sampai ke tempat parkir. Tia lalu menghampiri Soni, mereka berbicara sejenak lalu keduanya pergi dari Sekolah dengan menggunakan motor Soni. Ketika melihat kejadian tersebut. Verly langsung merasa lesu, seperti kehilangan hal yang paling penting di hidupnya. Nafasnya sesak. 'apa jangan-jangan mereka balikan lagi? Dulu mereka adalah sahabat dari kecil, bahkan mereka juga pernah pacaran, mungkin saja Soni memilih Tia lagi' pikirnya.
''Verly!'' teriak Vei, verly berbalik menatap Vei
''hei sekarang ada... Kenapa denganmu? Kau habis menangis?'' tanya Vei ketika melihat wajah Verly. ketika sampai di rumah Verly langsung menelepon Soni, namun tidak bisa nyambung.

keesokan harinya Verly pergi ke kelasnya Soni,
''Jack Lo liat Soni nggak?'' tanya Verly
''tadi aku liat dia pergi bersama cewek berambut lurus'' jawab Jack dia melirik ke sebuah kotak yang dibawa ama Verly. 'Tia' batin verly
''happy valentine days ya, walau aku bukan cowokmu tapi nggak apa kan kalau memberimu ucapan itu?''
''nggak kok, Happy Valentine juga'' kata Verly lalu pergi. Dia berjalan di lorong sekolah. Dia meliha banyak sekali adegan romantis khas valentine
Dia pergi ke pojok sekolah untuk menenangkan diri. Di tempat yang sepi tersebut dia melihat Soni dan Tia berbicara sambil membawa sebuah Kotak hadiah, Tia memberikan kotak hadiah kepada Soni, Begitu juga sebaliknya. Mereka terlihat sangat bahagia, terutama Soni, dari jauh dia dapat melihat semburat merah di pipi Soni ketika Tia mengatakan 'wah bagus sekali' walau agak jauh Verly dapat mendengarnya sedikit.
''enak banget dapat Kado'' kata Verly sambil berjalan ke arah mereka. Keduanya langsung terkejut mereka terlihat bingung.
''Ver aku bisa jelaskan ini cuman biasa kamu tau kan sahabat?'' kata Tia
''heh? Jelaskan? Udah, gue udah ngeliat penjelasan kalian kok''
''Ver jangan gitu kamu itu salah paham'' kata Kata Tia lagi
''oh jadi begini ya permainan Lo, Bagus juga, tapi sayangnya Lo terlalu pengecut mainnya dibelakang''
''emangnya kenapa? Bukannya kamu juga sebenarnya nganggep aku sebagai tempat pelarianmu? Kamu nggak beneran sayang aku kan? Coba kalau ada Dimas disini, kamu bakalan pilih siapa?''
PLAK! Verly menampar pipi Soni.
''cih lemah, sama kayak mantannya dulu'' kata Soni meremehkan
''Lo itu ya!'' Verly sudah tak tahan lagi ''JAHAT!'' kata Verly sambil pergi dari tempat tersebut.
''Son sakit ya?'' tanya Tia sambil memberikan Soni tissu, dia menerimanya dan mengelap darah yang menetes dari mulutnya

Verly menangis di toilet, hatinya sakit ketika melihat kejadian itu. Sungguh sakit. wajahnya basah, dia memutuskan untuk pulang sekarang juga karena dia tak akan konSentrasi nanti dalam belajar.
 ''eh Verly kamu mau kemana?'' tanya Gil
 ''gue mau pulang, Bosen liat mereka'' jawab Verly ketus, Gil diam sejenak. Dia sepertinya terkejut. ''gue cabut dulu'' kata Verly sambil berjalan keluar kelas.

Verly berjalan menuju ke parkiran, tiba-tiba saja seseorang menutup matanya dari belakang.
 ''siapa nih sih?! Lepasin nggak?!'' kata Verly ''ta-da!'' kata Soni, Verly membuka matanya. ''WOW i ini???'' Verly terkejut, ada banyak sekali bunga mawar di motornya, Soni lalu memberikan sebuah kotak kepadanya, lalu dia teringat lagi dengan kejadian sebelumnya. ''Soni... Lo... Nggak selingkuh kan sama Tia? kenapa ponsel Lo nggak aktif? Lo sama Tia pergi kemana aja? Truss yang tadi....'' tanya Verly, ''itu... Sebenarnya....'' Soni terlihat ragu untuk menjawab. ''sebenarnya Kami pergi membeli hadiah buat kamu'' kata Tia sambil mendekati mereka bersama Gil. ''sewaktu habis  latihan basket, Soni bersikeras minta ditemenin beli hadian buat kamu, dia bilang dia punya honor dari sebuah majalah, dia kan fotografer'' kata Tia ''masalah ponselku itu, ya karena Kehujanan tuh benda langsung rusak'' kata Soni, ''coba buka hadiahnya aku penasaran'' kata Gil. Verly membukanya, sebuah kalung liontin yang indah. ''indah banget....'' kata Verly
''sorry buat yang tadi, aku cuman akting aja, kalau nggak nantinya pasti kamu nggak terkejut seperti ini'' kata soni

''makasi....'' Verly memeluk Soni, dia lalu menatap ke arah Tia . ''truss yang megang tangannya tia di UKS itu siapa?'' Tanyanya, Tia langsung menyikut Gil, ''itu... Sebenernya aku...'' kata Gil, dengan gugup. ''ow.. Itu artinya ada pasangan baru di kelas'' kata Verly ''minta PJ-nya kalo gitu'' kata Soni sambil tersenyum jahil. ''apa?! enak saja! Uangku udah habis buat beli kado'' kata Gil.





Terimakasih telah membaca karya ini
spesial thanks untuk Mingming teman sebangku gua kalau nggak ada dia nih cerita tidak bakal lahir :D
oh ya untuk ver 1 masih dalam laptop untuk ver 2 tidak saya terbitkan ^-^


kategori cerpen : Agustus 1964

Agustus 1968

by ni wayan shanti savitri



Aku memandang langit biru, dan menyeka keringat yang membasahi diriku. “ayo semangat semangat!” kataku dalam hati sambil terus melangkahkan kaki.
 “Vio!” teriak Yesi, kami bertiga menatap ke belakang dan menghampiri Vio yang pingsan.
“mungkin dia nggak kuat jalan nggak?” kata Joni sambil menggendong Vio
“maaf karena aku lemah” kata Vio ketika ia digendong oleh Joni
“nggak usah sungkan begitu, emang jalannya yang cukup panjang” kata Joni “
Van menurutmu gimana ya keadaan sekolah?” tanyaku
“hm… kurasa makin bagus apalagi sekarang musim panas” katanya
“bakalan ada banyak bintang di langit” katanya sambil tersenyum dan menatapku
“tenang aja aku udah bawa peralatan  tulis lebih kok!” katanya sambil membuka isi tasnya
“he he lihat” katanya sambil menunjukan alat tulisnya
“uwah dari mana kamu dapat yang seperti itu?” Tanya Yesi sambil muncul diantara kami
“yah butuh usaha keras untuk mendapatkannya, kau tau aku memungutnya dari sampah tahun lalu…” kata Evan sambil setengah berbisik.
 “hah dasar bilang saja kau mengambilnya dari dapur ibumu” kata Yesi  dengan nada mengejek.
 “heh kau tau aku mendapatkannya dengan susah payah!” kata Evan.
“sudah-sudah tuh kita udah sampai!” kataku sambil menunjuk ke sebuah pohon dimana ada banyak sekali anak-anak yang berkumpul. Kami pun setengah berlari ke sana, tentu saja Joni tidak dapat berlari karena ia mengendong Vio yang kelelahan.
“hai maaf menunggu lama” kata Yesi
 “ya nggak apa apa” kata Epik sambil membuka tas karungnya
“hari ini aku dapat arang gratis dari rumah tetangga…” katanya sambil memperlihatkan benda tersebut di depan teman-temannya.
 “wah bagus sekali kamu mau buat apa dengan itu?” Tanya Yesi. Epik menarik tangan Yesi, aku mengikuti mereka dari belakang.
“ini dia!” katanya sambil menujuk ke sebuah batu besar yang habis ia corat coret dengan arang.
“waw! Lukisannya baggus sekali!” kata Yesi sambil memandangi lukisan naga besar itu.
“nah ini yang namanya Seni” kata Epik.
Kami adalah anak-anak biasa, yang sehari-hari menggunakan karung goni sebagai pakaian, kami analah anak yang menginginkan kebebasan. Kami adalah anak-anak yang suka berkreasi, namun kekreatifan kami tak akan pernah kami dapatkan jika kami berdiam diri saja di rumah. Apapun yang dikatakan oleh orang tua kami kami selalu menurutinya, namun tidak untuk ini. Kami ingin bersekolah seperti orang-orang itu, namun apa daya. Orang tua kami selalu menolak keinginan kami tersebut. Kami selalu pergi ke tmepat ini dengan tujuan belajar. Ya alamlah tempat kami menimba ilmu, alamlah yang mengajarkan kami betapa pentingnya belajar dalam hidup. Kami selalu belajar di bawah pohon beringin ini, ditemani sebuah batu yang besar. Kami biasanya saling bertukar pikiran dan melihat bintang di langit. Kami adalah anak Indonesia yang tak tersentuh oleh pendidikan. Kami ingin hak kami! Dan kami beruntung karena kami masih mempunyai alam yang indah tempat kami belajar sekarang.  50 tahun lagi kami pasti….


“Sha apa yang kamu lakukan?” Tanya Mahardika, Sha celingkan sambil menyembunyikan  bukunya,
|“apa yang kau tulis?” Tanya Ega sambil mengambil buku Sha,
“hei kembalikan!” kata Sha sambil berusaha mengambil bukunya.
“kau nggak habis habisnya membuat Agustus 1964” kata Mahardika
“itu… karena sekarang bulan agustus…  dan ini tahun pertamaku belajar disini jadi,,, aku mencoba membuat sesuatu yang dapat aku gunakan untuk…. Mengatakan isi kepalaku tentang pendidikan jaman dahulu” kata Sha.

Minggu, 22 Februari 2015

Kategori cerpen : Cosmos no kioku


COSMOS NO KIOKU
by ni wayan shanti savitri




“huwaa!!” teriak Jurina sambil terjun ke dalam bangunan sekolah, berlari sekuat tenaga agar segera sampai di dalam kelas. “ohayo…” sapanya sambil membuka pintu kelas “ohayo..” sahut teman – teman sekelasnya dengan tatapan ‘heran’. Beberapa ada yang menahan tawanya, Kumi lalu mendekati Jurina yang ‘sedikit’ keheranan melihat raut wajah teman temannya yang lain. Kumi ingin sekali mengeluarkan tawanya namun dia berusaha untuk menahannya sehingga pipinya sedikit memerah “ju.. ju.. jurina apa kau tau hari ini hari apa?” Tanya Kumi sambil membungkukkan badannya menyembunyika tawanya yang hampir meledak. “en.. nani Kumi?” Tanya Jurina “bajumu itu. Sekarang hari sabtu Jurina bukan hari senin” ucapk Kanako yang bisa menjaga ekspresinya. “Huwa!!! Gawat! Gawat!” teriak Jurina sambil membolak balikkan tubuhnya “aku ngak bisa menaha tawaku khu khu khu” Kumi melepas sedikit demi sedikit tawanya “ayo khu khu aku antar kau pulang khu khu..” kata Kumi. “benar sebaiknya kau cepat pulang sebelum sensei kesini” sahut Momo “ah hai!” kata Jurina sambil berlari keluar kelas diikuti oleh Kumi.  “khu khu khu aku tak bisa menahan tawaku tadi” kata Kumi sambil terus mengayuh sepedanya. “seharusnya aku lebih pagi tadi bangun dan melihat kalender” ucap Jurina sambil menatap ke depan. “nah ayo cepat!” kata Kumi ketika Jurina turun dari sepedanya. “ah ah tinggal 2 menit saja bel” kata Kumi sambil berlari di lorong sekolah, secepat yang mereka bisa ya secepat yang mereka bisa, mereka berlari dari lantai 1 menuju lantai 3. “Jurina Awas!” seru Kumi sambil mengerem laju larinya sedangkan Jurina tak memperhatikan langkahnya dan akibatnya. DUK! “aw” keluh Jurina “seharusnya kau mendengarkanku tadi” kata Kumi sambil mendekati Jurina dan seorang cowok yang sepertinya di tabrak oleh Jurina. “proyek Biologiku!” kata cowok tersebut sambil bangun “wah goemn gomen! Gomen! Gomen nasai! Gomen!” kata Jurina sambil terus membungkuk “eh kalau nanti lari lihat lihat! Baka!” kata cowok tersebut sambil mengambil proyek Biologinya “butuh 2 minggu untuk mengembalikannya” kata cowok tersebut sambil merapikan proyek biologinya “eh tunggu du-“ Jurina ingin memarahi cowok yang ada di depannya namun Kumi dengan cepat mengabil tangannya dan segera menariknya menjauh dari tempat itu. “ah… enak banget” kata Jurina sambil memakan bekalnya dikantin “oi Jurina nanti kita ada latihan di aula jam 3” kata Yuka sang ketua kelas “ya ya.. nyam” sahut Jurina sambil melahap onigirinya “eh Jurina bagaimana kalau nanti kita beli cola sebelum latihan?” Tanya Oya “eh?” “iya supaya kita ngak kehausan” sahut Akane “bener juga” gumam Jurina sambil menelan origininya. “cola cola cola…” Jurina dan Oya sekarang ada di dalam sebuah minimarket yang ada di dekat sekolah mereka. “nah itu dia!” gumam Jurina ketika dia menemukan rak minuman. “satu, dua,……” Jurina mulai mengambil beberapa minuman cola “bagaimana kalau segelas yogurt?” gumamnya sambil memikirkan wajah Anna yang notabenenya seorang penggemar Yogurt dan jarang sekali minum cola “aku beli deh” pikirnya sambil mengulurkan tangannya. “eh?” tangannya bertemu dengan tangan seseorang  “kau…” kata cowok tersebut “kau yang tadi pagi menambrakku kan?” tanyanya “ah eh…” Jurina mengingat kejadian tadi yang menurutnya sangat memalukan “ya sudah stok yogurt yang terakhir buatmu saja supaya kau bisa melihat dengan baik” kata cowok tersebut sambil melepaskan tangannya dan berjalan menuju ke rak yang lain “eh dasar!” gerutu Jurina. “Jurina cha!” panggil Oya yang sedang menenteng cemilan “hai!” Jurina berlari kecil menuju temannya. “untuk latihan kali ini kita akan menggunakan kelas kenkyuseinya” kata Yuka “jadi kita harus memilah kelas kenyusei ya?” Tanya Haruka “ya tentu saja… dan jangan khawatir kelas KII yang akan melakukan hal tersebut” jawab Yuka sambil melihat ke depan “oh itu dia seksi belanja kita telah datang” ucapnya ketika melihat Oya dan Jurina menenteng dua tas belanjaan yang besar. “mina! Salah satu dari kalian akan kami panggil untuk mengikuti latihan bersama kami” kata Tomoka “jadi yang terpilih nanti jam 3 siang tolong berkumpul di aula ya!” kata Reika. “wah senangnya kalau kita bisa latihan bersama mereka” kata salah satu peserta. “oke  Yamada Erika, Kobayashi Ami, Sakai Mei, Shibata Aya, Tsuzuki Rika, Nakamura  Yuka, dan Mizuno Honoka” “yang namanya terpanggil nanti jam 3 tolong ke aula sekolah ya!”. Teng! teng! teng! “Jurina tugas biologimu paling hancur” kata Sensei Tomoko sambil melihat hasil laporan Jurina “seharusnya kau kemarin mendengarkanku” kata Rena teman sebangkunya “ah iya benar…” kata Jurina “karna kau begini terus, sepulang sekolah nanti kau harus ke ruanganku” kata Sensei Tomoko “ha hai…” kata Jurina lemas, ya laporan Biologinya memang yang paling hancur selama 3 bulan terakhir ini. “kau harus sabar ya Jurina!” seru Oya “benar tuh” sahut Kanako sambil meminum segelas air. Teng! Tong! Teng! Tong! Dengan langkah yang sedikit lemas Jurina pergi ke kantor guru dan menemui Sensei Tomoko “ sumimasen, konichi wa” ucap jurina “oh konichiwa “ jurina lalu duduk di depan meja Sensei Tomoko “karna nilai laporanmu selalu buruk 3 bulan terakhir ini jadi sensei meminta bantuan seorang siswa yang sangat baik dalam mata pelajaran ini” kata Sensei sambil mengisyaratkan orang yang dimaksud. “konichi wa” kata siswa tersebut Jurina langsung bangun dan menengok ke belakang “ah dia….” Pikir Jurina “siswa yang kutabrak tadi pagi”. “nah Jurina dia Watanabe Manatsu dari kelas  KI” kata Sensei Tomoko “watashiwa Matsui Jurina Yoroshiku onegaishimasu (mohon bimbingannya) ” kata Jurina sambil membungkukkan badan “Watanabe Manatsu Yoroshiku onegaishimasu” “nah Natsu kau harus membantu Jurina selama satu minggu ini, sebagai murid yang paling cerdas di klub Biologi” “hai”.
“jadi nilai Biologimu paling buruk ya?” Tanya Manatsu sambil meletakkan beberapa buku di meja tepatnya di depan Jurina “ya benar” jawab Jurina sambil membuka selembar demi selembar buku tersebut “kau ternyata lebih buruk daripada apa yang kubayangkan” kata Manatsu “oh ya kau harus ganti rugi tugasku yang kau pecahkan tadi pagi” “maksudmu pot tanaman itu?” “benar” “dilihat lihat ternyata tugasmu memang hancur” kata Manatsu sambil melihat lihat hasil tugas Jurina yang mendapatkan nilai terkecil. “ah padahal aku telah berusaha…” ucapnya sambil berusaha menghafal isi buku yang dia pegang. 2 jam kemudian… “nah sudah selesai” kata Jurina sambil meregangkan tangannya “nggak ada yang ditanyain kan?” “ya cukup untuk hari ini, aku ada latihan” Manatsu menaikan alisnya satu “oh jadi kau murid senbatsu? Ku kira kenkyusei” BRAK! Emosi Jurina jatuh “soalnya nilaimu itu” ‘akan ku remas remas orang ini jika nggak ada peraturan disekolah’ geram Jurina “oh ya kau bilang tadi kau ada latihan” “eh?” perkataan tersebut berhasil membuyarkan imajinasi emosinya Jurina “sudah jam 3 siang, kau latihan jam berapa?” ‘what!?!’ “sa sayonara!” kata Jurina sambil berlari ke aula. “1 23 4” “hai hai hai!” sekarang mereka ada di aula sekolah, “one two three “. “baiklah cukup untuk latihan kali ini” kata Sensei sambil mengambil tasnya “sampai jumpa besok sayonara” “sayonara!” “fyuhh ternyata begini ya latihan murid senbatsu” kata Honoka sambil menyeka keringatnya “em benar” sahut Mei sambil duduk “Mina! Saatnya minum dan makan cemilan!” seru Yuka sambil membawa semua belanjaan tadi. “huwaa!!!” “nyam nyam eh Jurina bagaimana tadi ku dengar kau dipanggil” kata Anna “aku diberikan guru privat” kata Jurina sambil meminum sodanya “wah siapa yang menjadi guru privatmu? Senpai Sayaka?” BYUR! “bukan bukan dia laki laki” kata Jurina sambil mengelap mulutnya. “ahh…!!!” erang Jurina “katanya mudah ternyata susah juga” katanya sambil mencoba mengulang menyayat kulit sebuah pohon “kalau saja aku tak menabraknya kemarin” gerutunya.
 KRING! “hah?” Jurina meraba raba sekitarnya “masih pagi kok udah dibangunin” pikirnya sambil mencari cari handphonenya “moshi moshi watashiwa..” “em benarkah ini nomernya Jurina?” kata kata tersebut dapat membuat Jurina membuka matanya “ya benar, anda siapa ya?” “hei masa sudah lupa” Jurina mulai bermain dengan memorinya “oh… kau Manatsu kan?” “wah ternyata loading otakmu memang lambat ya!” BRUK! Jurina ingin segera meninju sang lawan bicaranya “oh ya bagaimana dengan tugasku yang sedang kau perbaiki? Sudah selesai kah?” “ya sudah… tapi aku tak menjamin hasilnya bagus, kau tau kan nilaiku akhir – akhir ini agak jeblok”  “ya sudah kau antarkan saja tugasku itu ke rumahku” “rumahmu? Bahkan aku tak tau dimana rumahmu”  “ya akan ku sms, ingat! Bawa tugas itu” “ya ya” TUT TUT TUUUT.  “huwaahem…” Jurina berusaha untuk menahan kantuknya “fokus fokus…” Jurina tau bahaya mengendarai sepeda diwatu masih mengantuk, tapi inilah hasilnya.  “HUWAAA!! AWAS!” teriaknya “JURINA!!!” BRUUK! Akhirnya mereka bertabrakan. “oi Jurina kenapa kau ini?” kata Akane yang sedang berusaha berdiri “ah gomen gomen Akane chan” kata Jurina “jangan mengendarai sepeda kalau masih ngantuk, ngomong ngomong kau mau kemana dengan sepeda dan tanaman itu?” Tanya Akane “oh ini, aku mau pergi ke rumahnya Manatsu mengganti tugasnya yang kutabrak kemarin pagi” jawabnya “yakin sekarang kau bisa mengendarai sepeda dengan baik?” Tanya Akane dia sendiri sangat mengkhuwatirkan tabrakan yang akan terjadi nanti. “ah tenang saja Akane chan aku pasti bisa bersepeda dengan baik nih lihat mataku udah terbuka lebarkan?” “ya ya hati hati saja, oh iya nanti ada latihan jangan sampai terlambat seperti kemarin ya!” “ya ya,, sayonara!” “sayonara!”. “sumimasen konichi wa!” “konichi wa, eh ada keperluan apa ya?” Tanya seorang anak laki laki berumur 11 tahun “bisakah saya bertemu dengan Watanabe Manatsu?” “oh… ONIIISANNN!!!! ADA SEORANG GADIS INGIN BERTEMU DENGANMU!!!!” teriaknya “oh suruh saja dia masuk Rei!” “nah kakak bisa bertemu dengannya di halaman belakang. ‘halaman belakang?’ Jurina lalu dituntun oleh adiknya Manatsu yaitu Rei ‘wah bagus sekali..’ pikirnya ketika berada di halaman belakang rumah tersebut “konichi wa jurina, nah apa kau membawa barangnya?” kata Manatsu yang membuat lamunannya akan taman yang indah ini buyar “oh iya iya aku bawa kok” kata Jurina sambil memberikan barangnya. “nah jadi em… kau yang merawat semua tanaman ini?” Tanya Jurina “oh tentu saja aku suka berkebun” jawab Manatsu. “boleh aku bantu?” “oh tentu saja selama kau tidak merusaknya”. Jurina mencabut rumput liar, sedangkan Manatsu sedang menyiram tanaman yang lain. “hei!” Jurina meraba raba rambutnya yang basah “ah gomen ne Jurchan” kata Manatsu “eh jangan panggil aku dengan sebutan itu!” kata Jurina sambil melempari manatsu dengan rumput rumput yang tadi dia cabuti. “hei hentikan” mereka berdua tertawa sambil melempar rumput, tanah dan air. “ah sudah jam 3 siang” katanya sambil melihat ke jam tangannya “aku pulang dulu ya sayonara Natsu!” “oh sayonara!”. ‘wah gimana nih?’ pikir Jurina ketika sudah melihat jam yang ada di dinding. “oi Jurina!” panggil Akane “oh Akane chan” kata Jurina sambil ngos ngosan “tak biasanya kamu ngos ngossan kayak gini” timpal Anna “iya nih aku sedikit lelah” “pasti kau sedang membantu Natsu untuk merawat kebunnya?” tebak Yuka “ah darimana kau tau?” “ya jelas, kau kan baru pertama kali kesana, pasti kau terpukau dengan kebunnya dan yang ngerawatnya ya..?” goda Yuka “hei! Aku bukannya suka dengannya” elak Jurina “ah sudahlah, hari ini kita akan latihan bersama tim kenkyusei, lagu terbaru yang akan kita nyanyikan hari ini dank au centernya” kata Kanako.
“jadi kau sudah mengerti?” Tanya Manatsu keada Jurina, dan yang mendengarkan cuman manggut manggut. “aku mau keluar membeli sebotol yogurt” kata Manatsu ‘jadi dia sangat menyukai Yogurt ya? Hm… seperti Anna” pikir Jurina sambil merapikan buku buku yang berantakan. “eh?” sebuah bunga kering jatuh dari dalam salah satu buku. “bunga cosmos?” Jurina memperhatikan sejenak bunga tersebut. “bunga yang bagus” katanya “ya memang bagus itu sebabnya aku mengeringkannya dan menjadikannya sebagai pembatas halaman” sahut Manatsu sambil menyodorkan sebuah cola didepan Jurina “apa uniknya?” “uniknya dia itu bisa tumbuh dimana aja, di daerah tropis juga bisa” jawab Manatsu sambil memakan yogurtnya. “kau anak laki laki tapi suka dengan tanaman” kata Jurina sambil terus memperhatikan bunga kering tersebut. “setiap orang mempunyai ciri khasnya masing masing” kata Manatsu sambil tersenyum. “oh gitu ya…” Jurina menatap wajah Manatsu, rambut yang sedikit berantakan, suka mengomel jika tugasnya dirusak, sangat santai, suka merawat tanaman dan… sedikit tampan? Ugh! Jurina langsung geleng geleng ketika ia memikirkan kesimpulan yang terakhir. “um… Jurina ada apa?” Tanya Manatsu “ah tidak ada apa apa” jawab Jurina. “nah ini buku tentang anatomi aku meminjamnya dari perpus, kau mungkin membutuhkannya” kata Manatsu sambil menyodorkan buku yang ia maksud. “ah arigatou”. Manatsu memasukkan buku bukunya ke dalam tasnya  “sayonara Jurchan!” “sayonara!”  BYENG! Tunggu dulu dia memanggilnya dengan sebutan Jurchan? Kenapa dia tak marah? Pikiranya sedikit melayang “ah sudahlah lagi pula hari ini aku ada latihan” dia lalu pergi ke aula. “watanabe Manatsu nama yang lucu” gumam Jurina “natsu, natsu, natsu” “Jurina ada apa denganmu?” Tanya Anna “oh tidak ada apa apa” “kenapa kau terus menggumamkan musim panas? Bukannya lagi em… 2 minggu lagi?”  “musim panas, natsu dan summer?” KRAK! Tiba tiba saja seperti ada yang membuatnya sakit ya musim panas membuatnya sakit. “em Jurina… ayo kita latihan” kata Anna “oh ya baik”. “nah minna lusa usahakan kalian menampilkan yang terbaik!” “hai!”.
“hah kau ini!” gerutu Jurina sambil berusaha untuk menjaga barang bawaannya ini tak jatuh “tolong bawa saja bunga bunga ini” kata Manatsu “iya tapi kok kamu bawanya banyak,,, hei ini kan bunga cosmos” “iya, bagus kan?” “benar bagus, jadi kau yang bertugas untuk mendekor ya?” Tanya Jurina “ah tentu saja” mereka meletakkan potnya. “ah aku berkeringat” kata Jurina “ada apa senpai?” Tanya Riko “oh Riko konichiwa” “konichiwa senpai, hari ini cukup panas kurasa musim panas sudah sangat dekat suhunya mulai memanas” kata Riko “benar” kata Jurina sambilmembuka lokernya, tiba tiba ada sebuah surat jatuh dan sekuntum bunga cosmos “wah senpai ! surat dari penggemar!” ‘kuharap kau menjadi seperti bunga ini, dimanapun kau tumbuh kau akan tetap mekar dengan indahnya, Manatsu’ “ah Manatsu” kata Jurina sambil memasukkan kembali barang tersebut. “Manatsu? Apa dia Watanabe Manatsu?” Tanya Riko “oh jadi kau tau dia, dia itu guru privatku untuk ya satu minggu dan kemarin hari terakhirnya mengajarku” kata Jurina “dia itu tetanggaku tapi, nanti dia akan pindah rumah” DEG jantungnya berhenti berdetak “oh gitu..”.
“nah Jurina kau harus tunjukan hasil belajarmu ya!” kata Manatsu “ iya aku akan memberikan hasil yang terbaik” kata Jurina, sekarang mereka ada di rumah lamanya Manatsu. Jurina dan para tetangga Manatsu memberikan ucapan selamat tinggal. “sayonara minna!”, Jurina berjalan pulang sambil menggandeng sepedanya “kenapa kau sedikit murung?” Tanya Akane yang berjalan disampingnya “ah aku tak apa…” “benar?” “….” “jika kau menyukainya ayo lakukanlah apa yang bisa kau  lakukan!” kata Akane sambil memegang bahu Jurina “… baik!” Jurina langsung membalikkan badannya sambil mengendarai sepedanya secepat yang ia bisa ‘aku dengar kau akan pindah rumah? Aku ingin mengatakan kepadamu sesuatu sebelum kau pergi’ Jurina tetap melajukan sepedanya dalam kecepatan tinggi walau sedang menuruni bukit. Air matanya mulai menetes, ‘aku ingin mengatakan sesuatu padamu sebelum mentari terbenam. Lampu merah membuat truk yang membawa barang barang tersebut berhenti. ‘jurina?’ Manatsu melihat ke luar Jurina berhenti tepat di samping truk, ia dapat melihat wajah Manatsu yang basah. “Manatsu ga suki kara!!” “aku menyukaimu Jurina Zutto !” mereka berdua lalu melambaikan tangan ketika lampu hijau menyala dan membuat truk tersebut melaju kembali.


Senin, 16 Februari 2015

DONUT HOLE - VOCALOID SONG Terjemahan bahasa Indonesia


 DONUT HOLE - VOCALOID SONG



Terjemahan bahasa Indonesia
 
Ooki Itsukara konna ni na
Omoidasenai Kioku ga atta ka
Dou ni mo oboetenai ada o
Oboeterunda Hitotsu tashika ni na


Sejak kapan ada
seperti sejumlah besar kenangan yang saya tidak ingat?
Dari mereka yang saya tidak ingat,
Saya ingat satu, satu tertentu

Mou ikkai nankai yattatte
Omoidasu ada wa sono kao da
Soredemo anata ga Nandaka
Omoidasenai mama de irunda na

Sekali lagi, berkali-kali,
apa yang saya ingat adalah wajah yang
Tapi tetap, entah kenapa aku tetap tidak mampu
ingat Anda

Kanjousen wa chikyuugi wo
Meguri megutte asahi o ou ada ni
REERU no iranai Bokura wa
Nozomi kononde Yoru o ou'nda na


Meskipun garis lingkaran mengelilingi dunia,
mengejar matahari pagi
Kita yang tidak membutuhkan rel
Carilah malam dengan kemauan kita sendiri

Mou ikkai nanmankai Yatte
Omoidasu ada wa sono kao da
Mabuta ni Notta AWAI ame
Kikoenai mama Shinda Kurai koe


Sekali lagi, sepuluh ribu kali lipat,
apa yang saya ingat adalah wajah yang
Sebagai hujan ringan mendarat di kelopak mataku,
suara gelap yang tidak bisa didengar seperti yang mati.

Nani mo Shiranai mama de iru ada ga
Anata o kizutsukete wa shinai ka
Sore mo ima de nemurenai ada o
Anata ga Shireba warau darou ka


Seperti yang saya tetap menyadari,
tidak akan aku menyakitimu?
Jika Anda tahu bahwa saya tidak bisa tidur karena itu,
Anda akan tertawa, bukan?

Kantan na kanjou bakka kazoeteitara
Anata ga kureta Taion membuat shimatta wasurete
Bai bai mou Eien ni aenai ne
Nazeka Sonna ki ga surunda sou omoete shimattanda
Umaku waraenainda doushiyou mo nai manma


Jika saya hitung hanya emosi sederhana,
Saya akan lupa bahkan kehangatan yang Anda memberi saya.
"Bye-bye, tampaknya kita tidak akan pernah bisa bertemu lagi."
Entah bagaimana aku punya perasaan itu, itulah yang saya pikir
Aku tidak bisa tertawa dengan baik, dan itu tidak bisa membantu.

DOONATSU no ana Mitai ni sa
Ana o ana dake kiritorenai Anda ni
Anata ga hontou ni aru koto
Kesshite Shoumei Deki wa shinainda na


Seperti lubang donat,
Anda tidak dapat memisahkan lubang dari dirinya sendiri.
Sama seperti itu, saya tidak pernah bisa
membuktikan bahwa Anda ada

Mou ikkai nankai yattatte
Omoidasu ada wa sono kao de
Konya mo moufu ke BEDDO ada
Sukima ni Karada o hasamikonde wa


Sekali lagi, berkali-kali,
apa yang saya ingat adalah wajah yang
Malam ini juga, saya akan baji tubuh saya
ke dalam celah antara handuk dan tempat tidur.

Shinanai Omoi ga aru untuk suru nara
Sore de Bokura wa Anshin na ada ka
Sugita koto wa nozomanai kara
Tashika ni Umaru katachi o Kure yo


Jika pikiran yang tidak akan mati ada
Apakah itu memberikan kita bantuan?
Karena saya tidak ingin untuk masa lalu
memberikan angka untuk mengubur pasti

Ushinatta kanjou bakka kazoeteitara
Anata ga kureta koe mo Itsuka wasurete shimatta
Bai bai mou Eien ni aenai ne
Nazeka Sonna ki ga surunda sou omoete shimattanda
Namida ga derunda doushiyou mo nai manma


Jika saya hitung hanya emosi yang hilang,
Suatu hari nanti aku akan lupa suara yang Anda berikan kepada saya.
"Bye-bye, tampaknya kita tidak akan pernah bisa bertemu lagi."
Entah bagaimana aku punya perasaan itu, itulah yang saya pikir
Air mata saya mulai jatuh, dan itu tidak bisa membantu.

Kono mune ni Aita ana ga ima
Anata o tashikameru tada Hitotsu no Shoumei
Soredemo boku wa munashikute
Kokoro ga chigire sou da doushiyou mo nai manma


Lubang yang kini Hollows dada ini
Adalah secuil bukti yang membuktikan keberadaan Anda
Tapi tetap saja, aku kosong
Ini seperti hatiku sedang diterkam, dan tidak dapat membantu.

Kantan na kanjou bakka kazoeteitara
Anata ga kureta Taion membuat shimatta wasurete
Bai bai mou Eien ni aenai ne


Jika saya menghitung emosi hanya sederhana,
Saya akan lupa bahkan kehangatan yang Anda memberi saya.
"Bye-bye, tampaknya kita tidak akan pernah bisa bertemu lagi ..."

Saigo ni omoidashita sono Chiisana kotoba
Shizuka ni kokyuu o awase me o mihiraita


Akhirnya, saya teringat kata-kata kecil.
Evening napas saya keluar dalam keheningan, saya membuka mata saya lebar

Me o mihiraita me o mihiraita
Anata no Namae wa

Aku membuka mata lebar saya membuka mata saya lebar
Nama Anda