Rabu, 21 Januari 2015

Terjemahan Aozora no soba ni ite | Being Next to the Blue Sky akb48

    ROMANJI

    kimi to kono basho de deatte
    sora wo miagenagara
    shiroi kumo no katachi
    yubisashite wa namae tsukeatta
    donna taisetsu na kimochi mo
    yagate mienaku naru
    kaze ni nagasareta no wa
    kumo ja nakute
    bokutachi no hou sa
    toki wa itsu datte yasashikute
    koi no kakeratachi no keshiGOMU
    aozora no soba ni ite
    kimi ga ano machi ni itte mo
    ima no setsunasa wo
    tokidoki wa hora omotte...
    aozora no soba ni ite
    atarashii kisetsu no mashita de
    boku wa te wo kazashi
    mabushisou ni sou hohoemou
    moshimo kokoro ga mayottara
    sora wo miagerunda
    kimi ga namae tsuketa
    kumo ga mieru
    kawaranai boku sa
    ai wa kagirinai chiheisen
    futari doko made demo issho sa
    SAYONARA wa aikotoba
    afuredasu hoho no namida wo
    kyou no omoide to
    yakusoku ni
    saa kigaete
    SAYONARA wa aikotoba
    itsu no hi ka mata aeru hazu sa
    dakara sono hi made
    betsu no michi ima arukidasu
    aozora no soba ni ite
    kimi ga ano machi ni itte mo
    ima no setsunasa wo
    tokidoki wa hora omotte...
    aozora no soba ni ite
    atarashii kisetsu no mashita de
    boku wa te wo kazashi
    mabushisou ni sou hohoemou




    Indonesia

      Aku bertemu di sini di tempat ini
         Sementara kami menengadah ke langit
         Bentuk awan putih
         Kami menunjuk dan diberi nama masing-masing

         Seperti halnya perasaan penting,
         Sebelum lama menghilang
         Tersapu oleh angin
         Tapi cara kami
         Tidak seperti awan

         Kali lembut
         Sajikan sebagai penghapus untuk serpihan cinta

         Menjadi sebelah langit biru
         Meskipun Anda pergi sepanjang jalan itu,
         Saat sekarang
         Berkali-kali saya akan ingat ...
         Menjadi sebelah langit biru
         Di bawah musim baru
         Aku mengangkat tanganku
         Sparklingly, aku tersenyum

         Jika secara kebetulan, jantung kehilangan jalan
         Melihat ke langit,
         Beri nama
         Untuk awan yang Anda lihat,
         Dan aku tidak akan meninggalkan Anda

         Dengan cinta, seperti cakrawala tak terbatas,
         Kami akan bersama-sama tidak peduli di mana kita pergi

         "Selamat tinggal" adalah kata yang pas
         Air mata mengalir keluar ke pipi ini
         Dengan memori hari ini
         Seperti janji,
         Kami akan melanjutkan masa lalu pakaian ini
         "Selamat tinggal" adalah kata yang pas
         Suatu hari, kita harus dapat memenuhi
         Oleh karena itu, sampai hari itu
         Kita sekarang berjalan di sepanjang jalan yang berbeda

         Menjadi sebelah langit biru
         Meskipun Anda pergi sepanjang jalan itu,
         Saat sekarang
         Berkali-kali saya akan ingat ...
         Menjadi sebelah langit biru
         Di bawah musim baru
         Aku mengangkat tanganku
         Sparklingly, aku tersenyum

Minggu, 18 Januari 2015

Connecting vocaloid song lirik + terjemahan

Romanji
Find a reason to sing
Kimi ni aitai
Utau koto oshiete kureta kimi ni

Dare ka ga kobosu merodii o
Dare ka ga hirotte
Mata dare ka ga hakonde ku
Namae mo kao mo wakaranai
Tsunagaru kiseki ga
Dare ka o shiawase ni suru

Gamen-goshi tada nagame urayande bakari ita
Ima made wa

Find a reason to sing
Kimi to utaeba
Jikan o wasure muchuu ni naretanda
Find a reason to sing
Tatta hitotsu no
Kamisama ni atae rareta okuri mono

Connecting, Connecting with your song
Connecting, Connecting with your dream
Connecting, Connecting with your life
Connecting with you

Bokura wa nani to tatakai
Nani ni yaburete
Nani o ushinatte kita darou
Namae mo kao mo wakaranai
Yuganda kotoba ga
Dareka no nichijou o ubau

Eien ni tsuuji au koto wa nai to omotteta
Ima made wa

Find a reason to sing
Kimi to utaeba
Hitori janai to hajimete kanjitanda
Find a reason to sing
Itsuka hanasou
Chanto me o mite "hajimemashite" o iu yo

Connecting, Connecting with your song
Connecting, Connecting with your dream
Connecting, Connecting with your life
Connecting with you

Everything's too hard for me right now
Sono kawaita nichijou ni yume o Download
Everything's a little crazy right now
Upload Sono kanjō no mama ni nagetsukero Upload

Doushite hito wa meguri au no darou
Koushite waratte iwatte tsunagatte
Soushite tsugi wa nani ga okiru no ka
Maybe nobody knows

Dareka no sakebu koe ga suru
Ikiba o nakushita
Anogoro no boku no you ni
Namae mo kao mo wakaranai
Kimi no yasashisa ni
Dore dake sukuwa retadarou

Gamen-goshi
Te o nobashi
Tsugi wa boku ga dareka o
Tsunageru banda

Find a reason to sing
Boku to utaou
Jikan o wasure muchuu ni narerunara
Find a reason to sing
Sore wa kitto ne
Kamisama ni atae rareta okuri mono

Find a reason to sing
Kimi ni aitai
Utau koto oshiete kureta kimi ni
Find a reason to sing
Issho ni utaou
Nani mo naikedo kimi e no okuri mono

Connecting, Connecting with your song
Connecting, Connecting with your dream
Connecting, Connecting with your life
Connecting with you
Connecting, Connecting with your song
Connecting, Connecting with your dream
Connecting, Connecting with your life
Connecting with you

Transelet indonesia
Cari alasan untuk menyanyi
Saya ingin bertemu dengan Anda
Anda yang mengajarkan saya untuk menyanyi

Melodi seseorang tumpahan
Seseorang mengambil
Pergi juga membawa seseorang
Tidak tahu juga menghadapi juga nama
Keajaiban memimpin
Saya akan senang seseorang

Saya layar hanya cemburu hanya melihat
Sampai sekarang

Cari alasan untuk menyanyi
Jika menyanyi bersama Anda
Saya terbiasa gila untuk lupa waktu
Cari alasan untuk menyanyi
Hanya satu
Bakat yang diberikan kepada Tuhan

Menghubungkan, Menghubungkan dengan lagu Anda
Menghubungkan, Berhubungan dengan impian Anda
Menghubungkan, Menghubungkan dengan hidup Anda
Menghubungkan dengan Anda

Kami Nantes melawan
Dalam apa yang dikalahkan
Ini akan menjadi apa yang hilang
Tidak tahu juga menghadapi juga nama
Terdistorsi kata
Saya merampok sehari-hari seseorang

Itu sama lain melalui selamanya dianggap bahwa tidak ada
Sampai sekarang

Cari alasan untuk menyanyi
Jika menyanyi bersama Anda
Saya merasa pertama kalinya dan tidak sendirian
Cari alasan untuk menyanyi
Mari kita bicara kadang-kadang
Benar untuk melihat mata untuk mengatakan "Halo"

Menghubungkan, Menghubungkan dengan lagu Anda
Menghubungkan, Berhubungan dengan impian Anda
Menghubungkan, Menghubungkan dengan hidup Anda
Menghubungkan dengan Anda

Semuanya terlalu sulit bagi saya sekarang
Download mimpi untuk sehari-hari kering yang
Semuanya sedikit gila sekarang
Upload Nagetsukero untuk tetap dalam emosi yang

Mengapa orang bertanya-tanya bertemu Tour of
Sehingga menyebabkan untuk merayakan tertawa
Apa yang terjadi Kemudian berikut
Mungkin tidak ada yang tahu

Untuk suara teriakan seseorang
Saya kehilangan tempat untuk pergi
Seperti saya hari-hari
Tidak tahu juga menghadapi juga nama
Dalam kebaikan Anda
Berapa banyak yang akan diselamatkan

layar lebih
Membentang tangan
Berikutnya saya seseorang
Ini berbalik untuk menghubungkan

Cari alasan untuk menyanyi
Mari kita bernyanyi dengan saya
Jika mendalam lupa waktu
Cari alasan untuk menyanyi
Itu kit
Bakat yang diberikan kepada Tuhan

Cari alasan untuk menyanyi
Saya ingin bertemu dengan Anda
Anda yang mengajarkan saya untuk menyanyi
Cari alasan untuk menyanyi
Mari kita bernyanyi bersama
Tidak ada tapi tidak ada kata-kata untuk Anda

Menghubungkan, Menghubungkan dengan lagu Anda
Menghubungkan, Berhubungan dengan impian Anda
Menghubungkan, Menghubungkan dengan hidup Anda
Menghubungkan dengan Anda

Menghubungkan, Menghubungkan dengan lagu Anda
Menghubungkan, Berhubungan dengan impian Anda
Menghubungkan, Menghubungkan dengan hidup Anda

Minggu, 11 Januari 2015

Kategori Cerpen EMO (emergency robot) by shanti



 EMO (emergency robot)
by Ni Wayan Shanti Savitri
DOSMAN's Student
 cattatan : karna EMC memberiku banyak inspirasi


Namaku Emo, umurku 17 tahun aku bersekolah di salah satu SMA terfavorit di  kota kelas 12. Hari ini aku tertidur lagi seperti biasanya dan aku nggak ingat dengan apa yang terjadi sebelum itu, yang pasti aku selalu datang pagi dan ketiduran di kelas ketika aku sudah sampai. Dan semua itu teman temanku yang memberitahuku, mereka semua orang baik. Hari ini hari jumat, waktunya untuk berolahraga. ''Emo kau udah siap dengan tes itu?'' tanya Hendra sambil meletakkan lengannya di belakang leherku. ''siap tentu saja seperti biasa'' jawabku, ''yo kalau begitu ayo kita pergi'' kata Hendra sambil berlari. Sekarang kami sudah sampai di lapangan, lapangannya berukuran 500 x 100 meter, kami melakukan pemanasan dahulu sebelum berlari. tes pertamanya adalah berlari keliling lapangan selama sepuluh menit. Dan kami bergiliran larinya, aku dapat giliran terakhir jadi harus sabar. Dari Gelombang pertama sampai gelombang ke 7  dapat berlari paling banyak 8 kali dan itupun diraih oleh si ketua kelas. Dan tibalah saatku berlari. Aku berlari sekuat tenaga dan hasilnya aku dapat berlari sebanyak 15 putaran. Semua anak bertepuk tangan dan itu membuatku yah tidak aku tidak merasakan sesuatu yang sepesial, sejauh yang kutau jika ada seseorang yang melakukan sesuatu dan hasilnya sangat baik jelas akan diberi suatu pujian itulah menurutku jadi aku diam saja saat mereka memberiku tepuk tangan bukankan itu benar?. Namun aku sedikit bingung karna Pak Guru tidak memberikan selamat atau apalah dan hanya menganggap hal itu 'tidak penting' namun aku tak pernah mengeluhkan itu kepada siapapun. Tak pernah. Emo adalah nama panggilanku di kelas, menurut Widi aku ini cowok jenius. Menurut Bima aku ini sangat kuat berlari, menurut Windi aku ini sangat tampan.
"Emo! Kau mau makan?'' tanya Harry sambil duduk di sampingku. "ah tidak aku tidak lapar"
"ah apa benar? Nanti perutmu itu keroncongan lho"
Aku menatap ke arah bawah, memang sedari tadi perutku tidak berbunyi, mungkin aku tidar lapar.
''ah aku tak la-'' baru saja aku ingin membalas perkataannya perutku langsung sakit, teramat. Rasanya kesadaranku mau hilang. Seperti ada kilatan cahaya dari langit. ''Cepat! Emo!'' teriak Harry sambil menopang badanku. Sepertinya aku belum menutup mataku sepenuhnya tetapi kenapa semuanya gelap. Lalu aku merasakan ada sesuatu yang sejuk mengalir di tenggorokanku. Sejuk sejuk sekali. Aku lalu membuka mataku kembali dan mendapati keempat temanku mereka sedang berbincang bincang. Lalu mulai menatap kearahku. ''eh sudah sadar ya Emo?'' tanya Hendra ''ya'' kataku tubuhku terasa beribu kali lebih segar dari yang tadi. ''syukurlah yuk ke kelas'' kata Geka sambil berjalan duluan keluar UKS. kami pun berjalan ke  kelas, suasana yang tadi ribut kembali tenang dengan hadirnya kami. Aku lalu duduk di kursiku, ''kamu tidak kenapa-napa kan?'' tanya Kristara ''tidak aku udah baikan'' ''syukurlah, ini gara - gara kamu! Makanya jangan lupain tugasmu!'' kata Kristara sambil menatap Diah, yang ditatap menoleh sambil masang muka kesel. ''kenapa sih harus aku yang di marahin kan bukan aku saja yang bertugas'' Siska lalu memberi isyarat agar Diah diam, lalu Diah diam dan bergumam. aku lalu kembali membaca buku, 'sebenarnya apa sih yang mereka ributin?' batinnku. ''Sania ayo kita belanja'' ''ya ya tunggu sebentar'' bel tanda istirahat kembali berbunyi. ''aku mau minum air juga'' kataku sambil mengikuti Harry dan Hendra ''eh kau kan alergi sama air jangan minum'' kata Hendra ''bener tuh jangan maksain diri'' ''tapi aku haus'' ucapku berbohong. Kedua cowok tersebut lalu saling pandang ''tetep nggak bisa Mo'' kata Harry ''kok bisa begitu sih?'' kataku ''yah kalau begitu mungkin sebuah melon...'' ''kamu juga jangan makan melon'' sela Hendra ''iya benar'' kata Harry ''eh aku alergi dengan air? Lalu bagaimana caraku untuk memenuhi mineral yang ada di dalam tubuhku?'' tanyaku. Kedua cowok itu lalu menggeleng ''kami bukan orang tuamu'' aku lalu terdiam, ''ya sudah aku mau ke perpustakaan'' kataku. Aku lalu berjalan menuju ke perpustakaan berharap dapat menenangkan diri disana. Walau sebenarnya aku masih penasaran dengan diriku sendiri, aneh tapi nyata aku merasa aku ini anak yang aneh. Aku juga baru sadar sesuatu, aku tak tau bagaimana wajah orang tuaku. Baru kali ini aku penasaran dengan diriku sendiri. Aku membuka pintu perpustakaan dan mendapati 2 Orang yang sedang berdiri di rak buku dan seorang penjaga perpustakaan. salah satu diantara siswa yang sedang berdiri di sana adalah teman sekelasku. ''Vitri'' dia berbalik dengan ekspresi sedikit kaget. ''ada apa?'' ''kamu tau nggak tentang orang tuaku?'' entah kenapa pertanyaan itu meluncur melalui mulutku, ''bu bukannya kamu itu anak yatim piatu ya?''  ''ah apa benar?'' ''ya waktu dulu kamu memperkenalkan diri kamu bilang sampai sekarang kamu nggak tau gimana keadaan orang tuamu, kamu juga dapet bilang kalau ada kemungkinan orang tuamu itu meninggal ketika kamu masih kecil'' ''oh gitu ya?'' aku lalu duduk di kursi dia menatapku ''kamu nggak sama yang lain di kelas?'' aku menggeleng, terdengar bunyi bel berdentang tiga kali. ''ayo kita masuk ke kelas'' kata Vitri sambil tersenyum. Aku memandang keluar, guru matematika kami tidak datang, izin katanya. Disaat saat seperti ini kelasku akan membuat keributan, yah begitulah kalian pasti mengalaminya juga kan? Bel tanda pulang akan berbunyi 5 menit lagi. Aku melangkahkan kakiku keluar, dan pergi keluar sekolah dengan diam diam.  Berjalan jalan di taman, aku merasa tidak akan ada masalah nanti di sekolah karna Bagus dan yang lainnya pernah pulang lebih cepat 5 menit sebelum bel. Aku tidak membawa tasku. Di dekat kolam aku lihat ada anak anak sedang memancing disana. Ini tempat umum kan? Aku lalu berjalan mendekati mereka. ''kalian sedang ngapain disini?'' tanyaku sambil jongkok membuat posisi yang pas untuk berbicara dengan salah satu anak kecil yang ada di sana  ''mancing kak! Seru lho!'' katanya sambil menarik kailnya ''wah dapet ikan!'' katanya ceria. ''ku kira kamu ada dimana'' kata Harry ''Harry?! Kok kamu bisa ada disini?'' tanyaku ''ya ngikutin kamu soalnya aneh tau tumben sekali kamu bolos''  kata Harry sambil ikutan jongkok ''bagaimana kalau setelah ini kita jalan? Kita sekelas bakalan pergi ke Bedugul nanti'' ''nanti? Kok bukannya'' ''iya kita bakalan kemah disana kan kita yah kamu tau kan?'' Perpisahan sebuah kata yang sangat menyakitkan yah... Setelah acara pembagian nem kemarin semua siswa tampak agak bersedih walau ditutupin pakek tawa yang kadang dibuat buat.
''kamu nggak marah kan soal yang tadi?'' tanya Harry ''nggak kok siapa yang marah? Bukannya apa yang kamu katakan tadi benar''  jawabku. ''eh ayo kita akan berangkat'' kata Deka yang tiba tiba aja ada di belakangku. ''tuh truknya udah tiba'' lanjutnya sambil menunjukkan sebuah truk yang tak jauh terpakir dari taman. ''aku belum siap'' kataku ''udahlah semua perlengkapannya akan udah disiapin lebih dari seminggu yang lalu ayo cepat!'' katanya Deka dengan wajahnya yang sedikit rengas sekarang berkata dengan sangat baik, biasanya dia bakalan pakai bahasa yang sedikit kasar namun kali ini aku melihat hal yang lain. Mereka dapat berubah yah.
''wah apinya hangat banget'' kata Windy sambil mendekatkan telapak tangannya di api unggun ''kamu nggak kedinginan?'' tanyanya kepadaku, aku menggeleng aku tidak merasa dingin sekarang maka dari itu aku tak memakai jaket.
''eh Emo dari kelas E itu aneh kan?'' ''benar anak yang aneh tiba tiba aja sekolah disini selama setahun kau tau? Dia yang meraih nilai UN sesekolah'' entah kenapa aku dapat mendengar suara itu. ''ada apa Emo?'' tanya Widi sambil duduk di sampingku. ''hah dia kan emang aneh, kayaknya dia bukan manusia'' ''ah ya benar aku jadi iri dia kayak manusia yang sempurna banget'' ''eh jangan jangan kamu naksir ama dia ya?'' ''nggak kok! Dia kan anak yang aneh gayanya berjalan lho! Kalian nggak pernah merhatiin?''
''Widi menurutmu aku ini manusia?'' tanyaku dia diam sebentar ''tentu saja'' jawabnya ''lalu apakah ada yang salah dengan caraku berjalan?'' tanyaku lagi ''nggak kok! Siapa yang bilang?'' ''beberapa orang'' ''hah? Aku rasa tadi nggak ada deh yang ngomongin tentang kamu disekitar sini'' kata Widi
''haha kau bercandanya kelewatan banget tuuh Fiana jadi nagis'' ''ah bagaimana kalau kita besok jalan jalan?'' suara yang tadi membicarakan tentangku, aku lalu menemukan sumbernya ''itu mereka'' kataku sambil menunjuk ke salah satu tenda yang ada di jarak 100 meter dengan tenda kami. ''eh oh gi gitu ya?'' kata Widi sambil tersenyum kaku ''bagaimana kalau kamu main keyboard yang ada disana?'' aku lalu bangkit dan berjalan mendekati Keyboard tersebut. Kami bernyanyi dan menari, kadang kadang tertawa karna candaan dari salah satu teman kami. Entahlah aku sepertinya merasakan sesuatu yang aneh, ini membuatku seperti melupakan segala yang ada di pikiranku, kayak sedang terbang tinggi dan bermain diatas awan, menyenangkan. Seperti inikah rasa senang itu? Kenapa aku baru merasakannya? Ah kenapa ini agak aneh? Tiba tiba saja dadaku agak sesak. Harry menutup tenda kami. Satu tenda ini diisi oleh Harry, Hendra, Widi dan diriku. ''selamat malam...'' mereka lalu tidur, aku tetap terjaga tidak bisa tidur. Aku lalu merubah ubah posisiku dari terlentang lalu menelungkup. Aku lalu menutup kepalaku dengan bantal kukira akan berhasil namun aku tetap saja tak bisa tidur. Tiba tiba aja Widi bangun ''kamu belum bisa tidur ya? Aku bantuin ya?'' matanya masih agak mengantuk entah apa yang membuatnya terbangun yang pasti tadi aku tak mengeluarkan suara yang begitu keras. ''balikan badanmu ayo akan ku urut men'' katanya aku menurut saja dan membalikan badanku. ''hoahem...'' aku mulai menguap mataku rasanya berat banget dan aku mulai tertidur.

''apa tak apa?'' tanya Hendra sambil mengambil posisi duduk
''dia belum tau kan?'' tanyanya lagi
''kurasa belum dan biarlah seperti ini'' kata Widi
''kupikir dia bakalan marah gara gara perkataanku ama Harry tadi''
''yah makanya aku tadi mengejarnya ketaman''
''apakah dia memiliki perasaan?'' tanya Harry kemudian
''aku berharap iya karna kita telah melewati banyak hari dengannya'' mereka lalu terlelap
aku terbangun ketika suara ayam berkokok membangunkanku. Entahlah setahuku di daerah dekat gunung ini jarang sekali ada ayam palingan dikurung dirumah warga. Aku melirik sekitarku. Dan aku menemukan sumber suara kokokan ayam tersebut. Aku lalu mengguncang guncangkan badan Widi supaya cowok tersebut terbangun. Bersama bunyi alarm HP nya aku berharap dia bisa bangun lebih cepat.
''huwwaa!!! Gempa!!!'' teriaknya lalu bangun. Alhasil semua yang ada di tenda terbangun, dan menatap Widi yang bangun dengan tatapan tak bermakna. ''ayo mandi'' kata Harry sambil keluar dari tenda, kami lalu mengikutinya dari belakang namun,
''kamu nggak boleh ikut mandi'' kata Widi sambil menghentikan langkahku aku menatapnya ''kenapa?'' ''nanti kamu sakit kamu kan alergi er... Sama air'' kata Hendra ''iya lebih baik kau mengganti baju saja ya!'' kata Harry. Aku menurut dan masuk ke dalam tenda. ''emo tolong bantuin aku mengumpulkan kayu bakar'' kata Bagas ''baik baik'' kataku sambil mengikuti langkah kakinya. Kami memungut kayu kering yang ada di sekitar situ. Bagas lalu melangkah ke arahku namun tiba tiba saja dia terpeleset dan kayunya jatuh ke sungai. Spontan saja tanganku terulur masuk ke dalam air sungai itu ''Emo jangan!'' teriak Bagas ''aku nggak kenapa tapi kamu jangan basahin diri kamu, kamu kan alergi sama air'' katanya ketika aku membawa kayu kayu basah tersebut ''aku tak sakit kok!'' kataku sambil tersenyum ''nanti kita jemur saja kan nanti kayunya dipakai saat malam hari pas api unggun. ''tapi tanganmu..'' ''sudah kubilang ayo'' kataku, kami lalu berjalan menuju ke perkemahan, aku dapat melihat guratan guratan kegelisahan yang ada di wajahnya. Ah apakah aku membuat kesalahan yang besar? Kami lalu sampai di tenda, ''kata Bagas tadi tanganmu ke cemplung ya?'' tanya Pratiwi ''iya nggak sakit tuh?'' tanya Mitha ''ng-" aku lalu merasakan sakit di sekujur tanganku. ''sa sakit'' kataku ''ah cepat! Pa panggil Okti dan yang lain!'' teriak mereka. Kepalaku mulai pusing aku melihat beberapa temanku berlari ke arahku sebelum semuanya gelap.

Aku berkeliling kebun stroberi itu, setelah kejadian tadi, Okti memberikan sebuah slop tangan yang terbuat dari plastik. Katanya supaya aku nggak sakit lagi kayak tadi. Ah benar benar teman yang perhatian. Entah kenapa aku merasa bahwa aku tidak ingin jauh jauh dari mereka, entah kenapa aku merasa bel pulang sekolah seharusnya tak berdentang. Entah kenapa aku sangat ingin tertawa disaat salah satu dari kami mengeluarkan lelucon, dulu saat ini dan seterusnya aku ingin seperti ini. Ingin selalu bersama dengan mereka. Aku juga ingin ikut menangis disaat salah satu dari kami menangis namun kenapa. Tu tunggu dulu! Kenapa yah ada yang aneh?, aku menatap sekeliling, kebun stroberi yang tadi kutinggalkan keberadaannya dan hanyut dalam perasaanku sendiri. Perasaan? Ah ya kenapa aku baru merasakan hal seperti ini? Bingung dengan keadaan diriku sendiri, aku sendiri juga mulai bingung dengan diriku. Yah sudahlah jalan jalan mungkin dapat...
Ah sepertinnya aku terpisah dari rombongan yang lain. Aku lalu diam memandang beberapa anak kecil yang bernyanyi sambil memetik stroberi. Merasa diperhatikan oleh diriku salah satu dari mereka lalu menarik tanganku dan mengajakku ikut memetik stroberi bersama. ''kakak ayo ikutan nyanyi'' kata Gadis berkuncir dua tersebut ''eh? Tapi kakak nggak pernah nyanyi, dan kakak nggak tau bagaimana caranya bernyanyi'' terlalu jujur? Ya memang seingatku aku belum pernah menyanyi sebelumnya. ''yah kakak masa nggak tau cara menyanyi?'' kata salah satu anak laki laki sambil menarik narik kaosku ''mungkin kakak tak tau lagunya biar aku beritahu'' kata gadis dengan tutup telinga biru tersebut ''...stroberi stroberi warnanya merah manis dan segar... Lalalalal...'' dia menyanyi dengan penuh kegembiraan ''stroberi stroberi warnanya merah manis dan segar lalalalala...'' kupandangi wajah mereka, menurutku suaraku aneh jadi wajar saja kalau mereka bengong kayak gitu ''hahaha! Kakak memang tidak bisa bernyanyi!'' anak laki laki itu tertawa sambil memegang perutnya ''kakak tidak bisa maksudku benar benar tak bisa bernyanyi?'' kata gadis yang memakai tutup telinga tersebut ''kakak lebih parah dari seseorang yang memiliki suara serak, setidaknya dia bisa bernada tapi kakak nyanyianmu tidak bernada sama sekali'' ''seperti orang yang membaca pidato'' kata anak laki laki yang daritadi diam ''seperti robot!'' ''yah tidak apa-apa yuk kak bantu kami metik stroberinya'' kata gadis berkuncir dua tersebut.

Setelah membantu mereka aku pun berjalan kembali menuju ke tempat perkemahan. Tiba - tiba saja aku mendengar seseorang berteriak dengan kencang sontak saja aku berlari menuju ke sumber suara. Seorang siswi berlari dikejar kerbau. Aku pikir kerbau itu adalah salah satu penduduk di sekitar sini. ''Tolong Aku!!'' katanya sambi berlindung di belakangku. Aku lalu mulai mencari benda yang dapat melindungi diri kami. Aku mengambil balok kayu yang tergeletak tak jauh dari tempatku berdiri. Kerbau itu semakin dekat tanganku mengenggam erat balok kayu tersebut. Aku pun memukul kerbau itu saat dia ada di depanku, namun sayang aku tidak ingat apa yang terjadi pada seseorang yang nekat untuk melawan hewan besar tanpa berfikir kemungkinan yang akan terjadi. Bruk! Aku jatuh dan terus diserang oleh kerbau itu secara membabi buta. Kulihat Siswi tersebut sangat ketakutan. Dia memencet beberapa tombol di ponselnya. Bajuku robek, mukaku berantakan. Aku memegang kepala hewan tersebut dan reaksinya dia menggeleng dengan keras, karna tidak kuat aku terlempar ke arah semak berduri. Sakit sudah pasti menjalar ke tubuhku. Seorang bapak-bapak datang dan membawa kerbau itu pergi. Beberapa siswa juga terlihat datang. Mereka lalu membantuku berdiri. ''terima kasih maaf telah membuatmu terluka'' kata siswi tersebut ''ya tidak apa-apa kok'' kataku sambil mencabut beberapa duri yang ada di tubuhku. ''aw! Ternyata duri ini tajem'' kata seorang siswa sambil menutupi jarinya yang berdarah dengan kaosnya. ''kamu hebat banget, tubuhmu cuma tergores sedikit!'' kata siswa yang lainnya ''ayo kita ke tenda! Disana ada banyak obat obatan'' dia menarik tanganku. Aku mengikuti mereka menuju ke perkemahan. Teman sekelasku menatapku dengan wajah yang sangat cemas. ''ayo aku akan mengobati lukamu!'' kata Pratiwi sambil menarik tanganku. ''kau tadi yang di lukai oleh banteng itu ya?'' tanya Okti sambil membalut lukaku dengan perban. ''iya tapi tak kenapa kok!'' kataku. ''ya sudah nanti jangan lakuin lagi'' kata Okti ''tadi itu bahaya benget''.

Aku diam di dalam tenda, aku mulai merenuni kekurangan yang ada di dalam diriku ini. Tak bisa bernyanyi dengan baik, cara jalan yang aneh serta alergi yang aneh. Aku bisa mengerti kalau mereka menganggapku aneh. Aku mulai merebahkan diriku untuk tidur. namun sebuah benda membuatku terbangun. Sebuah pisau menancap dalam di lengan kiriku. Aku merasakan sakit lalu mencabut pisau tersebut. Aku pun balut tanganku dengan kain. ''semoga saja mereka tak tau'' batinku. Setelah beberapa jam duduk di dalam tenda sambil memainkan ponsel aku dipanggil ke luar tenda oleh Harry. Katanya acara puncaknya bakalan diadain. Aku bangkit dan secara tak sengaja kakiku menginjak sebuah kertas. ''apa ini?'' batinku lalu membawa kertas itu keluar. Kami duduk melingkar mengelilingi api unggun. Satu persatu mereka mengatakan kesan dan pesan sebagai ucapan perpisahan. Entahlah aku lebih tertarik dengan kertas yang ku temukan di tenda. Aku membaca isi kertas tersebut.
Emergency Robort type 1
energi : gasoline or electric
weight : 100 kg
........

Aku membaca setiap kalimat yang ada di kertas tersebut. Lalu mataku terpaku pada kalimat terakhir.
the maker are Widi, Okti, Pratiwi and Team
aku tak menyangka mereka bisa membuat robot bahkan tanpa aku sepertinya. Aku membaca tanggal robot itu dibuat. Kok sama ya dengan tanggal lahirku? Batinku. Robot ya robot. Tanpa sadar aku membuka sebuah lipatan yang ada di bawah kertas tersebut. Disana terdapat sebuah tulisan tangan Widi. Aku diam, tak tau harus begaimana. Disana tercantum nama robot tersebut. Aku meraba lukaku. Tak ada darah yang keluar dari sana. Bahkan kainnya tetap kering. Padahal tadi itu luka yang cukup parah. Tak bisa bernyanyi, cara jalan yang aneh, alergi dengan air, bisa bertahan di cuaca apapun. Jangan jangan...
''Emo sekarang giliranmu'' kata Hendra, aku bangun. ''selamat malam semuanya'' mereka memperhatikanku dengan antusias. ''sebentar lagi kita akan berpisah'' aku lihat beberapa dari mereka menyeka airmatanya ''aku mau tanya satu hal, apakah aku ini robot kalian?'' mereka diam semua ''ke kenapa kamu bilang gitu?'' tanya Widi sambil tertawa namun aku rasa tawa itu hambar. ''benarkan? Aku itu robot ciptaan kalian?'' tanyaku ''aku tak bisa menyanyi, alergi dengan air, tak bisa mengeluarkan darah bila terluka dan juga ini'' aku menunjukkan kertas tadi. Mereka terkejut, terutama Widi dan Okti. ''aku sangat sedih, aku ingin menangis namun tidak bisa. Aku banyak banget punya kenangan bersama kalian. Kalian menganggapku sebagai keluarga, dan sekarang kalian akan pergi ke universitas yang lain. Pada akhirnya aku akan sendiri juga. Aku senang kalian tidak menganggapku sebagai robot melainkan manusia. Aku senang sekali bisa bersama kalian satu tahun ini. Jadi sekarang aku ingin kalian mematikan sirkuitku ini, biarlah aku tertidur selamanya bersama kenangan tentang kalian. Aku inngin kalian menatap masa depan yang lebih cerah.'' kataku, mereka semua menangis. ''seandainya aku bisa menangis'' kataku lagi. ''maafkan kami tidak dapat membuatmu sempurna seutuhnya'' kata Okti sambil memelukku ''benar maafkan kami semua'' kata Harry ''terimakasih banyak telah mengisi hari hari kami''. Mereka lalu memelukku. Ya kehangatan ini sangat nyaman. Mereka lalu berhenti memelukku. ''baiklah kalau begitu ayo matikan sirkuitku! Nanti kalau kalian rindu tinggal bangunin aku dan aku akan menceritakan lagi kenangan kita'' kataku sambil tersenyum. Ayunda mendekatiku lalu memegang punggungku dan semuanya kembali menjadi gelap kembali.
''selamat tinggal Emo atau EMergency rObot. Tidur yang nyenyak ya!''

Kategori Cerpen jual Beli Yang Berharga



Jual Beli yang Berharga
by ni wayan shanti savitri (shanti)
DOSMAN


Hari ini gadis itu berjalan menuju ke rumahnya, walau tidak bisa di bilang rumah. Keadaannya yang sangat reot, atapnya berlubang di sana sini, temboknya terbuat dari anyaman bambu, sebuah meja panjang yang beralaskan dengan kain polos menjadi tempat berdiri bagi seorang yang renta. Umurnya mungkin 47 tahun keatas, dia kelihatannya sangat berbeda. Tubuh penuh luka dan juga cara berperilakunya yang sedikit aneh. Pakaian yang compang camping, seperti tak terurus sedangkan seorang gadis masuk sambil membawa seember air. “ayah duduk saja jangan kemana-mana” gadis itu menuntun agar orang tuanya duduk tenang di tempat tidur. Gadis itu lalu mengelap sang Ayah, yang bertingkah aneh. “ayah tenang ya… tenang hari ini aku pasti akan membawa obat tenang aja…” gadis itu berucap sambil mengelap kaki sang ayah. Sedangkan dia berkata namun tak jelas seperti seorang yang sakit kejiwaan. “ayah tenang aja aku, aku a- aku pasti akan membeli obat tenang aja”. Gadis itu lalu pergi keluar membiarkan orang tua itu tetap duduk sambil memainkan buah pisang yang di dekatnya. Gadis tersebut tersenyum kepada orang tuanya sebelum menutup pintu. “hei lihat gadis aneh!” kata seorang anak “pergi! Jangan kesini!” lalu sahut menyahut, kalimat-kalimat yang membuat hatinya teriris. Dia melewati mereka sambil menyembunyikan air matanya. “hari ini aku harus dapat mengumpulkannya dengan banyak” katanya dalam hati, memompa semangat untuk tetap mengumpulkan kayu bakar tersebut ke pasar. “ini uangnya” setidaknya hari ini dia mendapatkan sedikit rupiah untuk menyambung hidup. Dia berjalan dengan senyuman, “hari ini bagus sekali cuacanya cerah dan tak ada banyak masalah” batinnya dia menghitung jumlah uang yang ia terima. “hanya 15.000 tidak apa apa aku pasti akan bisa membeli obat untuk ayah” katanya sambil berjalan menuju ke apotek terdekat. Dia hendak menyebrang namun sebuah mobil menyerempetnya sehingga dia jatuh. “aw!”satu kata yang keluar dari mulutnya. “maaf anda tidak terluka?” Tanya orang tersebut sambil menolong Gadis itu. “maafkan saya” orang tersebut lalu membungkuk “ah tidak apa-apa” “anda mau kemana? Saya akan mengantar anda sebagai permintaan maaf saya” orang tersebut sangat sopan, diantara semua orang yang pernah dia temui. “saya hanya mau membeli obat ke apotek” “bagaimana kalau saya yang bayar” “ta-tapi pak” “maaf tapi ini adalah permohonan maaf saya” Gadis itu tak mampu untuk menolak ajakan orang tersebut. Dia hanya mengangguk saja, pada akhirnya orang tersebut membayar obat-obatan yang dia beli. “terima kasih” katanya “sama-sama” orang tersebut lalu masuk ke dalam mobil kembali. “kenapa?” Tanya pemuda yang duduk di belakang kursi pengemudi tersebut “ah tuan sudah bangun” pemuda tersebut melihat ke tasnya yang sudah basah dengan airliur “ah kelihatannya aku tertidur tadi” dia melirik kearah belakang tepat kearah gadis tersebut. “kau tadi hampir menabraknya dan membuatku terbangun” dia mulai mengucek matanya kembali, “ayo cepet pulang”, supir tersebut mengangguk sambil menancapkan gas.
***
“ayah aku bawakan ayah obat” Gadis tersebut lalu meletakkan obat tersebut di atas meja. Dia memijat kaki ayahnya yang tidak mau diam. “aku sudah belikan obat demam” dia lalu mengambil segelas air dan membuka pil tersebut. Orang tua tersebut terus mengalami kejang-kejang. Sedangkan anak perempuannya setia merawatnya. Setelah orang tua tersebut tenang dan damai di alam mimpinya, gadis itu berjalan ke luar sambil membawa ember.
***
Semua orang memiliki nama, dia berjalan menuruni tangga setapak. Apakah aku benar-benar tidak memiliki nama? Batinnya. Dia lalu berhenti melangkah tepat di depan sebuah mata air. Aku harus dapat membuat ayahku bahagia. Dia lalu meninggalkan ember tersebut dan mulai menggunakan pisau yang ia bawa untuk memotong daun pisang. Melangkah kea rah areal sawah yang kebetulan sangat dekat. Mencabuti beberapa tanaman berjenis paku-pakuan adalah pekerjaan tambahannya, setelah itu dia lalu mengumpullkan kakul (istilah untung keong sungai). Setelah pekerjaannya selesai, dia lalu menaiki anak tangga lagi menuju ke atas. Menuju ke salah satu rumah warga, sebelumnya dia menyimpan seikat paku untuk dimasak di rumah. Dia mengetok pintu rumah Pak RT, salah satu orang yang baik yang pernah ia kenal, orang yang mengijinkan dirinya dan ayahnya menempati salah satu gubuk milikinya. “permisi” Gadis tersebut mengetuk ngetuk pintu rumah tersebut. Seorang laki-laki berumur 40 keatas membukakan pintu. “selamat sore, oh terima kasih” dia lalu menerima sayuran dan juga kakul tersebut. Sebagai bayaran dia tinggal di gubuk tersebut (sebenarnya bukan disuruh sama pak RT tapi kan ya tidak enak kalau menumpang) “maaf sudah merepotkan” kata Pak RT “Tidak pak saya yang harusnya berterima kasih anda telah mengijinkan saya dan ayah saya tinggal disana” setelah selesai dia lalu kembali ke gubuknya (yang ia sebut rumah). Dia berjalan melewati beberapa toko. Terkadang dia berhenti untuk memandangi beberapa benda yang sedang di pajang di depan toko. Dia kadang memandanginya sampai berjam-jam, setelah dia terbangun dari dunia khayalnya dia langsung sedih, apalagi setelah memperhatikan angka-angka yang tertera di sana. Menurutnya angka nolnya terlalu banyak sehingga dia belum sempat menghitung. Gadis tersebut berjalan melewati toko-toko tersebut, dia terus berjalan, di depan jalan terdapat beberapa ibu-ibu dan juga pedagang sayur gerobak. “hei lihat pelacur tersebut kayaknya belum kapok juga ya” “iya benar ngerayu pak RT lagi Mariem kamu tidak cemburu?” samar samar dia dapat mendengar suara-suara ejekan yang ditujukan kepada dirinya, “tidak mbak dia itu anak baik-baik” Bu Mariem alias Bu RT tidak menghiraukan percakapan tadi. Salah satu orang yang baik hati di kampung ini, itulah pendapatnya menurut wanita tersebut. Gadis tersebut menghela nafas dan berjalan melewati mereka.
***
Gadis tersebut mengintip melalui jendela, kemewahan yang menurutnya masih dapat dia rasakan di tengah kerasnya dunia. Pendidikan, ya pendidikan salah satu hal yang menurutnya mewah. Dia melihat deretan kalimat yang ditulis di papan tersebut. Dia sangat beruntung hari ini. Tak ada satpam yang berjaga, pernah sekali dia ketahuan mengintip melalui jendela dan pas saat itu sedang terjadi pencurian, otomatis dia menjadi kambing hitam. Padahal yang dia lakukan hanya berdiri dan juga menatap ke beberapa rumus matematika yang sedikit demi sedikit masuk ke dalam otaknya walau tak sepenuhnya. Dia mencoreti tanah dengan ranting pohon , dia mulai menulis jawaban dari soal yang tadi di tanyakan oleh guru berkumis tersebut. Dia belum membeli buku, dan itu memang  -tidak pernah-  buku merupakan salah satu barang mewah baginnya. Jadinya dia hanya mencoreti tanah, sebelum dia menulis di tanah dia sering mengisikan kolom nama dan juga kelas. Dia meniru hal yang biasanya di lakukan oleh siswa yang sedang ulangan. Gadis tersebut menggaruk-garuk kepalanya, dia telah selesai menulis rumus dan juga kelasnya, hanya sederhana. Kelas XI tidak ada embel-embel IPA atau IPS. Gadis tersebut menatap ke langit, dia tidak ingat dengan namanya. Entah apa yang terjadi kepada otaknya kenapa dia sampai lupa dengan namanya sendiri. Dia mendengar suara deru bis mini yang mendekat menuju ke sekolah tersebut, dia terkejut lalu mulai bersembunyi di toilet, tempat yang sepi dan juga tidak mungkin digeledah begitu aja. (nanti dikira ngintip), melalui lubang angin, gadis tersebut melihat ke luar, beberapa siswa dengan seragam yang lain dengan seragam sekolah ini masuk ke gerbang sekolah. “hei kau tau dengan kabar itu?” dia menajamkan telinganya mendengarkan siswi yang sedang ngobrol di dekat toilet, “ah ya mereka kan siswa pertukaran, eh lihat dia ganteng!!!” “yang mana? Yang mana?” “itu-itu!!” kedua siswi tersebut lalu pergi entah kemana. Gadis tersebut lalu keluar dari toilet setelah merasa semuanya aman. “ah… tadi hampir saja” gumamnya lalu kembali mengintip melalui jendela.
***
Pemuda tersebut lalu duduk usai memperkenalkan diri, bersama dengan temannya “wah ternyata sekolah ini nyaman juga ya!” kata Temannya, dia lalu memperhatikan papan dan juga mengeluarkan beberapa buku dari tasnya. Dia mulai mengerjakan soal yang dikerjakan di papan. “hai Lio namaku Tiara dan dia Tasya” kata gadis yang ada di depannya memperkenalkan diri. “salam kenal” kata Lio dan juga temannya Tedy. Mereka lalu memperhatikan penjelasan guru tersebut. “baiklah tolong kerjakan soal ini” Gadis tersebut lalu kembali menggores tanah dengan ranting. Sebuah kapur lalu menggelinding ke arahnya, Gadis tersebut lalu mengambilnya dan mencoreti salah satu meja yang rusak dengan jawaban dari pertanyaan di papan. “ayo kenapa lama sekali?” kata Guru tersebut. Mereka saling toleh lalu kembali menggoreskan penanya, Lio menyandarkan tubuhnya di kursi usai menjawab soal. Walaupun udah selesai namun dia masih ragu untuk mengangkat tangan, dia tidak mau dikatakan sebagai anak sok tau. Murid pertukaran pelajar, matanya lalu melayang kearah luar jendela. Menangkap bayangan anak perempuan yang sedang mencoreti meja yang tak terpakai, sesekali menengok melalui jendela lalu menulis lagi. Karna penasaran dia lalu memanggil Tiara yang duduk di depannya, “hm… Tiara gadis itu memang sering ada disini ya?” “yang mana?” Tanya Tiara sambil menengok ke belakang “yang itu” kata Lio sambil menunjuk kearah gadis yang sedang berdiri memandangi meja yang penuh dengan tulisan “eh si Kutu itu kembali!” seru Tiara, kontan saja semua siswa menoleh ke luar. Lalu beberapa diantara mereka meneriaki gadis tersebut dan memanggil manggil satpam, Lio lalu berlari keluar kelas mengikuti beberapa siswa yang keluar lebih dahulu. Gadis itu terlihat ketakutan. Lio sedikit iba dengannya “ngapain kamu disini?! Dasar pencuri!” kata salah satu siswi disana sambil menarik lengan gadis tersebut denga kasar. “hei hentikan emangnya apa yang dia perbuat sampai kalian marah seperti ini?” kata Lio  sambil berdiri di depan gadis tersebut. “lio! Lio! Apa yang kamu lakukan?” bisik Tedy kea rah Lio, namun tampaknya tak didengar olehnya. “tau nggak dia itu pencuri tau!” kata siswi berambut pendek “saya tidak pernah mencuri” “hu!!!! Dasar jelek cepat pergi!” kata siswa yang lain. “kamu dekil! Sana cepat pergi!” “apa apaan sih kalian?!” Lio menoleh ke gadis yang sedang ketakutan tersebut. “tolong tenang! Tenang semuanya!” kata guru berkumis tebal tersebut. “ya saya mengerti anda bukanlah orang yang mencuri laptop dari siswa di sekolah ini namun sepertinya anda membuat siswa yang belajar disini tidak nyaman” kata guru tersebut dengan sopan Lio lalu manatap kea rah meja using yang menjadi tempat gadis tersebut mencorat coret. Matanya hampir tidak bisa berkedip, “itu….benar…” katanya “apa yang kau bilang?” “dia benar!” seru Lio sambil mendekati meja rusak tersebut, “siapa namamu?” Tanya Lio dengan  antusias “namaku?” gadis itu lalu diam sebentar. Apa yang nama yang bagus ya? Lyla mungkin. “ah namaku Lyla” kata gadis -Lyla- “lyla kau hebat! Bagaimana kau bisa- ah kau murid darimana? Kau sangat pintar! Ah bukan, kau cerdas banget!” semua yang ada di sana cuman diam, bingung dengan apa yang dibicarakan oleh Lio. Guru tersebut lalu mendekati Lio dan berbincang bincang sebentar sesekali melihat kea rah Lyla yang bingung. “maaf atas kekeliruan kami, kami akan memberimu beasiswa untuk sekolah disini.” “be-beasiswa?!” kata siswa yang lain “ya ternyata diluar dugaan kami ternyata dia adalah remaja yang benar-benar cerdas”  “wah selamat ya!” kata Lio sambil menepuk bahu Lyla yang wajahnya memerah “ah sepertinya aku pernah melihatmu di suatu tempat, ah ya kau gadis yang ditabrak oleh supirku beberapa hari yang lalu maaf ya”. Mereka lalu mulai belajar seperti biasa lagi dengan murid tambahan Lyla yang kini sudah memakai seragam sekolah.
***
“rambutmu seharusnya di rapiin dikit” kata Lio sambil melihat ke arah Lyla “iya benar” kata Tiara mereka sedang berjalan menuju ke rumah masing masing, “nih aku bawa karet” tiara memberikan karet kepada Lyla gadis itu menerimanya “terima kasih” “yaudah aku duluan ya bye!” Tiara lalu masuk ke dalam sebuah rumahnya. Mereka berdua larut dalam diam, “hei pakai karetmu jangan hanya di mainkan” kata Lio, memecahkan keheningan, “ah aku tidak bisa, kamu bisa ajarin aku?” “hadeehh kamu kan perempuan” Lio lalu mengambil karet tersebut “emangnya kamu tidak pernah mengikat rambutmu?” “aku hanya memotongnya pendek, agar lebih mudah” “oh…” Lio lalu melihat rambut Lyla yang memang pendek, mungkin satu satunya bagian rambut yang panjang hanya ada di depannya, tepatnya di depan mukanya. “ah kurasa kau perlu jepit rambut bukan karet” kata Lio “kau punya?” Lyla menggeleng. “aku akan belikan tunggu disini” kata Lio sambil masuk ke dalam sebuah toko aksesoris yang dekat dengan mereka. Lyla menunggu diluar. Lio lalu keluar dan menjepit rambut Lyla, memperhatikan wajahnya sesaat. “eh kenapa kau menatapku seperti begitu?” Tanya Lyla yang canggung di perhatikan seperti itu. Lio menggeleng “kamu cantik” pipi Lyla memerah “ah um te-terima kasih!” “salah tingkah ceritanya?” “a-anu kamu tidak dijemput? Katanya kamu punya supir” Lio diam sebentar “dia lagi sakit aku jadinya harus pulang sendiri, naik bus” dia meregangkan tangannya sebentar “aku rasa naik angkutan umum sangat panas dan sesak. Dia menoleh sebentar “aku sebenernya lebih suka naik mobil pribadi namun mobilnya lagi dibawa sama Ibu. “oh…”, “oh ya rumahmu dimana?” “tak jauh dari sini mungkin dengan jalan kaki aja udah sampai” “oh… truss orang tua-mu kerja dimana?” “... ayahku sakit ibuku aku tak tau” mereka lalu larut dalam diam “oh ya alamat rumahmu dimana? Katanya tak jauh dari sini” “di Desa Daun” “eh bukannya itu jauh?! Butuh waktu berjam-jam buat sampai disana dengan berjalan kaki, mungkin setengah hari! Kamu tidak naik kereta, bus, angkutan umum?” “oh tidak aku hanya berjalan” “kau bilang ‘hanya’ itu jauh we, bagaimana kalau kau naik bus denganku? Kebetulan searah, nanti aku deh yang bayarin ongkosnya” tangannya ditarik ketika sebuah bus berhenti tak jauh dari mereka. Di dalam perjalanan mereka diam. Apa yang sama dengan mukanya ya? Kenapa aku merasa pernah melihatnya jauh daripada hari itu, wajah yang sudah biasa aku lihat setiap hari entah siapa aku tidak tau, mirip dengan siapa aku lupa. Batin Lio sambil melihat Lyla yang tertidur di Bus. Aku yakin dia telah melewati banyak hal sebelum ini, batinnya. Mungkin sebaiknya aku juga beristirahat, Lio melihat ke luar Bus kayaknya kebiasaanku buat tidur di kendaraan mulai bekerja. Baru saja Lio ingin menutup matanya  dan tidur sebentar. Terdengar suara bel kendaraan menyahut-nyahut, suara gesekan ban dengan jalan. Bunyi benda berbenturan, sontak saja dia langsung terbangun, kejadian itu terlalu cepat, dia tak tau Lyla sudah bangun atau tidak namun setidaknya dia harus melindungi gadis itu sebelum benda yang terbuat dari besi tersebut melukai dirinya.
***
Lyla mulai membuka matanya, bau obat-obatan menusuk hidungnya. Dia melihat sekeliling, “mungkin aku ada di rumah sakit” katanya sambil turun dari kasur. Dia melihat ke perban tipis yang membalut tangannya. Dia lalu mengalihkan pandangannya ke luar ruangan. Sekilas dia melihat beberapa perawat mendorong seorang pemuda yang penuh darah tersebut dengan tergesah gesah. Matanya lalu membesar, pemuda tersebut “Lio…” dia lalu berlari keluar ruangan, mengikuti mereka. “maaf anda tidak boleh masuk” “ta-tapi dia teman saya dok” “baiklah anda tunggu saja disini” pikirannya tidak tenang, dia berjalan bulak-balik baru kali ini dia merasakan kegelisahan yang teramat sangat. “maaf sepertinya teman anda kekurangan darah” “A-APA?!” “stok darah kami sudah habis, jika begini nyawanya tidak akan tertolong” “sa-saya akan mendonorkan darah saya dok” “tapi tipe darahnya-” “saya mohon dok” Dokter itu mengangguk. Lyla mendonorkan darahnya, setelah menerima kabar bahwa Lio sudah membaik dia lalu pergi meninggalkan rumah sakit.  Ini pasti gara-gara aku, dia pasti menolongku sewaktu kejadian itu batinnya. Dia menatap ke langit lalu memandang seragam abu-abunya. Setidaknya aku mempunyai sesuatu yang akan membanggakan ayahku. Dia lalu berlari dengan semangat menuju rumahnya, namun hal yang mengejutkan malah datang menimpanya, “AYAH!!!”. Seusai pemakaman ayahnya Lyla langsung berlari pergi entah itu kemana, Pak RT dan Buk RT hanya bisa melihat gadis itu berlari menerobos hujan. Tak mampu berbuat apa-apa.
***
“ah ibu tak usah khawatir” kata Lio sambil tertawa, “ibu tidak mau lagi kehilangan anggota keluarga ibu, ibu sayang kamu Lio” ibunya memeluknya “haduhh bu jangan gitu donk malu ah” kata Lio. “oh ya dok siapa tadi yang mendonorkan darahnya untukku? Ibuku?” Tanya Lio ketika Ibunya sedang mengurus administrasi rumah sakit. “seorang gadis, dia bilang tadi dia adalah teman anda” Lio diam pasti yang dimaksud dokter tadi adalah Lyla “sekarang dia dimana dok?” “dia telah pergi dari rumah sakit, dia menitipkan ini kepada saya” Dokter tersebut memberikan secarik kertas kepada Lio.setelah membacanya Lio mendesah pelan lalu melihat ke cermin yang tak jauh dari situ. Melihat pantulan dirinya yang sekarang memakai pakaian pasien rumah sakit, beberapa detik kemudian matanya mulai membesar. “tu-tunggu dulu!” katanya. Setahuku kata ibu golongan darahku langka dan dan… a-aku harus menemui Lyla apa pun yang terjadi batinnya sambil pergi dari rumah sakit, “ibu aku pergi dulu!!” kata Lio “tu-tunggu Lio berhenti!” kata Ibunya. Mobil mereka berhenti di rumah Pak RT, namun kata anaknya Pak RT sedang pergi ke pemakaman ayahnya Lyla. “maaf pak kami mengganggu seben-” kata kata Ibunya Lio berhenti setelah melihat foto yang tersandar di batu nisan tersebut. Seketika dia menangis “mbak kenapa menangis?” Tanya Buk RT “su-suami saya dia apakah….”.
“kenapa! Kenapa ini terjadi kepadaku!!!” teriak Lyla di tengah taman, hujan yang mengguyur dia biarkan saja membasahi tubuhnya. “aku aku tidak peduli lagi” Lyla duduk dan memeggangi lututnya. Dia merasakan air hujan tidak lagi membasahinya, “Lyla apa yang kau lakukan?” Tanya Lio dia lalu jongkok untuk menyamakan tingginya, “tidak, tidak ada sekarang pulanglah kau butuh istirahat yang banyak”. “hei bolehkah aku membeli sesuatu darimu?” “apa?” “kesedihanmu” “buat apa?” “hei kau tak mau menjual kesedihanmu? Aku tukarkan deh dengan kebahagiaan mau tidak?” “tidak, aku bukanlah orang yang sudak menjual perasaannya termasuk kesedihannya, sekarang kau lebih baik pulang” “kalau kamu tidak mau menjualnya bagaimana kalau aku menjual kebahagiaaankun untukmu? Kau tak suka transaksi jual beli ya?” “kenapa kau masih disini? Pergilah!” “hadeeh… aku tak mungkin meninggalkan kamu disini, hujan hujanan lagi” “kenapa?” “aku tidak mungkin meninggalkan saudara kembarku disini karna aku udah berjanji akan menjaganya ketika kami masih kecil, yah tepatnya sebelum kecelakaan itu datang” Lyla diam “hei kok diam” “aku saudara kembarmu?” “kau tak percaya nih sekarang perhatiin wajah kita” kata Lio sambil mengeluarkan kaca kecil dari sakunya. Ketika melihat pantulan wajahnya seketika dia memeluk Lio dan menangis. “hei sudahlah jangan menangis” kata Lio “aku dan Ibu janji akan menjagamu jadi tenang saja, oh ya aku juga bisa mengajarkanmu ilmu ekonomi kalau kau mau, aku jago banget dalam urusan jual beli” Lyla langsung mendorong tubuh Lio “dasar modus!” keduanya lalu tertawa dibawah hujan.