Kamis, 23 April 2015

Kategori cerpen : Eye-witness


Eye-witness



by Ni Wayan Shanti Savitri

Hari ini aku berjalan menuju ke sekolah, hari yang cukup panas sehingga peluhku menetes walau sekarang baru jam 6.30 namun cuacanya sekarang panas. Aku sangat beruntung untuk tidak naik bis ataupun angkot hari ini.  Pasti aku jamin aku lebih kepanasan di dalam sana dari pada berjalan kaki. Aaaku melewati sebuah perempatan. Lampu jalanan berwarna merah untuk para pejalan kaki. Aku menunggu sebentar supaya dapat menyebrang. Ketika lampu penyebrangan berwarna hijau aku melai melangkahkan kakiku. Bersama pejalan kaki yang lainnya aku menyebrang. Akuu berjalan di belakang seorang Ibu-ibu berserta anaknya. Sebuah mobil berkecepatan tinggi langsung menabrak mereka berdua. Tubuh mereka terlempar ke arahku namun aku tak terkena dampaknya. Aku hanya memperhatikan kejadian tersebut. Seluruh warga segera membantu kedua korban itu. Aku melangkahkan kakiku meninggalkan tempat itu. Sepertinya sang pelaku sudah pergi melarikan diri.
***
Sesampainya aku di sekolah aku menaruh tasku di meja dan memandang suasana sekolah yang masih agak sepi. Seorang gadis berambut hitam kemerahan sedang berjalan membawa buku dia lalu disenggol oleh seorang gadis yang memiliki rambut lebih hitam dan pendek. Dia lalu mengatakan hal hal yang kasar pada Gadis yang terjatuh tersebut. Gadis berambut hitam tersebut Terlihat menampar gadis yang berambut merah, gadis itu mencoba melawan namun seorang gadis dengan kaos kaki yang panjang dan berwarna warni mendatangi mereka. Dia membantu gadis yang berambut hitam tersebut untuk mengerjai gadis berambut kemerahan tersebut. Seperti biasa aku hanya melihatnya dari  jauh, tanpa mengatakan apapun.
***

Hari ini aku dan teeman sekelasku mendapat pelajaran olahraga. Kami berlari Keliling lapangan lima kali. . Setelah itu guru mengEtes kemampuan kami dalam bidang atletik. Ada yang memilih tes lari, ada yang memilih untuk tolak peluru , lompat jauh maupun lompat tinggi. Saat aku sedang berlari terdengar suara  gaduh dari bagian tolak peluru.
 ''Ryan kamu tidak kenapa?'' tanya Andine sambil mendekati pemuda tersebut,  Sedangkang di tempat lain Dimas sedang di introgasi oleh ribuan orang.
''kenapa denganmu? Kau hampir saja  mengenai Ryan, kita semua tau kan tombak itu tetap berbahaya'' kata Fred
''ya ya aku tau'' kata Dimas. Aku memperhatikan kejadian intrograsi tersebut dari tempat yang cukup jauh.  Aku melihat ke arah papapn pengumuman, sedangkan beberapa siswa sibuk mengantri di kantin.
''hm... Porsenijar ya? Kayaknya aku bakalan jadi pemenangnya'' kata Dimas aku menoleh ke arahnya lalu kembali membaca pengumuman.
''tapi disini posisinya udah banyak yang diisi'' kataku sambil menunjukan daftar pemain.
''tapi aku yakin 100 persen'' dia berjalan berlalu aku menatap punggungnya.
***

Aku mengambil tasku, bel pulang telah berbunyi 5 menit yang lalu, dan aku sedang ada urusan di perpustakaan sehingga aku yang terakhir pulang . Aku memakai headset dan memutar lagu Mokugekisha. Aku berjalan dan melihat pot itu jatuh dengan kecepatan gravitasi, di bawah sana Ryan sedang membenarkan ikat tali sepatunya. Vinka yang berada di dekatnya lalu berteriak, Ryan memandang ke atas.  Namun telat pot tersebut mengenai kepalanya. aku dapat melihat sekelebat bayangan di atas sana. Vinka beserta warga sekolah yang lain segera membawa Ryan ke UKS, aku hanya diam dan melihat.
***

 Aku menengok ke arah lapangan basket, kalau mau pulang aku memang selalu melewati lapangan basKet. Kulihat 2 orang siswa sedang bermain basket. Yang satunya bermain dengan sangat kasar dan menyebabkan lawannya mengalami cedera ringan. Beberapa Orang yang melihatnya langsung memberi respon. Aku melihat kejadian tersebut dari jauh, aku selalu diam dan melihat. Aku adalah saksi mata dari segala kejadian buruk ini, aku adalah saksi mata yang tidak bisa berbuat apapun. Namun sekarang aku ingin berhenti menjadi saksi mata yang selalu diam. Aku menerobos kerumunan dan memasuki lapangan basket.
''kalau kau memang jagoan, ayo lawan aku'' kataku
''Gadis berheadset, oke aku terima tantanganmu'' kata Pemuda tersebut,
''kau yakin?'' tanya pemuda yang cedera tadi
''tenang saja, aku adalah saksi mata atas segala kejadian ini, aku pasti bisa melewatinya'' kataku. Aku meletakkan tasku namun aku tidak berniat untuk melepas headsetku.
''kau tak melepas headsetMu?'' tanya gadis berkuncir dua
''nggak biarin saja'' kataku sambil tersenyum.
''baiklah peraturannya sederhana kalau salah satu dari kita dapat memasukan bola ke dalam ring sebanyak dua kali berarti dia yang menang dan berhak mendapatkan hadiah'' katanya sambil mendribel bola, peluit ditup permainan pun dimulai. Dia melesat bergerak ke ringku aku segera mengejarnya dia Berhenti mendrible bola dan melempar bola dengan keras ke arahku sehingga aku terjatuh, 
''cih lemah'' katanya sambil mengambil bola dan melemparnya ke ring, masuk.
 Dia tersenyum angkuh. Aku bangkit dia mulai mendribel bola kembali, walau masih agak pusing aku masih bisa bermain dan mengambil bola dari tangannya. Dia cukup terkejut, aku mulai mendribel dan berlari ke  arah ringnya aku melemparnya dan masuk. Kedudukan kami sama, aku kembali mendribel dan seperti biasa dia mulai  mencoba merembut bolaku. Namun aku tak mungkin memberinya kesempatan. Jantungku terpacu lebih cepat, aku melakukan Beberapa gerakan tipuan. Dan berhasil dia tertipu. Aku berlari menuju  ke ring, aku Mengambil ancang ancang untuk melempar bola ke ring. Dia langsung menarik headsetku sehingga gerakanku sedikit terganggu. Musik di ponselku terus berbunyi melalui speaker. Bola tersebut melambung dan bergerak memutar di tepi ring. Jantung kami  berdegup kencang, bola lalu masuk. Semua orang bersorak sorak. Dia diam, aku menatapnya, dia segera memasang muka sok cool.
''bagaimana menurutmu?'' tanyaku
''kau boleh juga'' katanya
''apa hadiahnya?'' tanyaku
''bukankah kamu bilang akan ada hadiahnya?'' lanjutku.
''tentu apa yang kau mau?''' tanyanya,
''aku hanya ingin kau mengurangi semua  kelakuan burukmu karna aku adalah saksi mata dari semua Kelakuanmu.'' aku lalu mendekatkan wajahku ke wajahnya.
''menabrak orang dan mencelakai Ryan'' bisikku, aku lalu mengambil ponselku yang sempat terjatuh tadi dan mematikan lagu yang berputar. dia memberikan headsetku
''aku akan Menururti perkataanmu'' ucapnya sebelum pergi dari Lapangan basket dan menyeberang jalan, lapangan basket kami memang dekat jalan raya. Sebuah truk melaju kencang dan melindas pemuda tersebut, tepat Ketika aku berada di tepi jalan, beberapa orang berteriak. Darah yang terciprat mengotori baju seragamku. Sekali lagi aku menjadi saksi mata.



Minggu, 19 April 2015

kategori cerpen : If We Just As Friend

If We Just As Friend
by Ni Wayan Shanti Savitri

(pict from google)



Hari itu Aku dan teman - temanku pergi ke sebuah rumah makan. Kita tertawa dan bergembira. Mengenang masa kanak - kanak. Disaat kita bermain lumpur, kejar kejaran , disaat kita saling mengejek dengan wajah dibuat aneh serta  1000 tingkah khas anak - anak. Aku menatap wajahmu yang sekarang bertambah dewasa. Aku tetap menganggapmu sebagai teman. Hingga sekarang gaya bicaramuu sama, gaya rambtmu sama dan senyumanmu juga masih sama seperti dulu. Senyuman tulus yang selalu kau tunjukkan kepada semua orang. Senyuman yang dapat membuatku ingin terus berada di sisimu, yang dapat membuatku ingin menjaga senyuman itu tetap terpatri di wajahmu. Mungkin ini yang dinamakkan dengan sayang atau cinta atau mungkin bisa jadi ini rasa ingin melindungi antar teman. Eitss tunggu dulu kenapa akhirnya rumusan tentang rasa ini berakhir di teman? Mungkin ini disebabkan karena Aku menjaga jarak atau mungkin karena aku takut mendekatimu terlalu jauh, takut karena hubunga diantara kita hanyalah teman, takur bersing dengan semua cewek yang selalu mengejarmu bagaikan seorang popstar yang dIkejar fansnya. Dan hingga saat ini Aku belum pernah mengatakan perasaan ini kepadamu.  Aku kadang memikirkan tentang perasaannmu kepadaku. Hubungan ini, perasaan ini membuatku merasa sAkit

"jika kita hanya sebagai teman mungkin terasa menyakitkan seperti ini, perasaan yang tidak terungkapkan"

Aku menyumbat telingaku dengan earphone, berharap agar suara musik rock yang terdengar dari seberang jalan tidak merusak telingaku.

''jika ada yang merasa terluka dan bahkan mengeluarkan darah"

Aku memandang dirimu yang berlari keluar dan berbicara dengan orang - orang yang memainkan musik rock tadi.

"firasat cinta diantara kita takkan terkalahkan''

Kamu lalu datang sambil menunjukkan sebuah tiket menonton konser.
"hei dianatar kalian ada yang mau nonton konser gratis?'' tanyamu
"tentu!" teriak Leo sambil mengangkat tangannya, yang lain cuma mengangguk.
"bagaimana denganmu An?" tanyamu, Aku terkejut semua teman yang ada disana menatapku penasaran.
"Aku... Ikut" jawabku.

Kami pergi ke konser itu dengan menggunakan mobil milikmu. Ketika sampai disana kami melihat begitu banyak orang yang mengantri.
"apa benar ini tempatnya? Pion'' tanya Libra
"Bener kok" jawabmu
mereka berfikir sebentar lallu menoleh ke arahku.
''bagaimana denganmu an apa kamu percaya?'' Aku berfikir sejenak sambil melihat dirimu dan yang lain.
"ya  lagi pula ini gratiskan?" kataku
"kamu nggak baca tulisan yang ada di bagian belakangnya?" kata Libra, Aku melihat bagian belakang tiket itu lalu menaikkan alisku , sedikit heran.
"Aku tak mau ikut audisi lagi" kata Leo sambil memasang wajah meyakinkan
"Pion Lo taukan Gue nggak suka menyanyi" kata Geminu
"kita bakalan masuk buat nonton konser saja" kata Aries.
Kamu menatapku dengan wajah memelas dan dramatis, yang sebenarnya membuatku tertawa bukan kasihan
"ayolah An kamu mau kan ikut audusinya denganku? Ya? Ya?''
"entahlan Pion , Aku tidak tau" kataku sambil menatap yang lainnya, mereka memberikan kode jangan ikut dengannya itu berbahaya.
"tolong An , syaratnya harus beregu atau duet" katamu
"ya deh tapi Aku nggak jamin bakalan bagus hasilnya'' kataku, tentu saja Aku mengatakan hal itu karena ini audisi  dadakan. Kamu terlihat sangat senang sungguh Aku ingin melihatmu seperti ini, selalu melihatmu dengan senyuman yang lebar.
"tapi ingat ya traktiran sepulang sekolah besok'' kataku, kamu terlihat terkejut lalu memasang muka sedikit kesal
"ya" katamu, mungkin karena sedikit terpaksa
"kami juga ya!" kata Leo, dasar nih anak maunya gratisan saja
"nggak" katamu
"yaelah traktir saja, masa An saja yang ditraktir Aku juga sahabatmu"
Ya memang Aku adalah sahabatmu dan itulah yang selalu terlihat, walau kadang Aku ingin orang lain melihat kita berdua lebih dari sekadar sahabat.
"siapa suruh kalian nggak mau ikut denganku'' katamu sambil menarik tanganku dan menarikku masuk ke dalam gedung . Jantungku terus berpacu dengan cepat. Kalau tekananku diukur, Aku pasti sudah terkena hipertensi. Kamu tetap memegang tanganku walau kita sudah sampai di dalam gedung, seakan kau mengatakan jangan pergi jauh dariku, tetaplah disisiku. Perasaan ini terus mengalir di tubuhku, ah kalau saja kita benar -benar pasangan kekasih Aku pasti membalas genggaman tanganmu.

"Aku pasti ada di sisimu selalu "

Tanganku ingin memegang tanganmu dengan erat namun disaat yang bersamaan kau melepas genggaman tanganmu dan pergi menuju ke meja pendaftaran

''meskipun Aku hannya sebagai temanmu''

Kamu melambaikan taganmu kearahku mengisyaratkan untuk pergi ke tempatmu kini berada.
"an tanda taga disini" katamu sambil menunjuk ke arah sebuah kolom. Aku melihat formulir tersebut Aku cukup terkejut ketika Aku mengetahui bahwa  kamu yang mengisi form identitasku. Ternyata kamu tau hampir semua tentangku walau untuk beraT badan dan tinggi saja yang salah.
"An kita mau nyanyi lagu apa?'' tanyamu ketika kita berdua duduk di ruang tunggu
"lagu rock?" jawabku
"tidak, kurasa itu tidak bagus"
"he..????!'' Aku terkejut , tentu saja biasanya dirimu sangat suka musik rock bahkan kau selalu menyanyikan lagu bergenre rock itu ketika pulang sekolah, yang membuat hampir seluruh murid  menjauhimu saat pulang sekolah. Dan hanya diriku yang bisa menutupi keburukanmu, hanya diriku yang tau bagaimana setiap reaksi yang kau berikan kepada beberapa hal. Namun sepertinya sekarang kau menunjukkan sesuatu yang lain.
"kita memilih lagu tentang cinta... Kayak lagu -lagu duet"
"Hah?!"
"kau tau kebanyakan peserta memilih lagu itu, kurasa kita juga harus menggunakan lagu itu" katamu
Sebenarnya dalam hati Aku sangat senang, duet dengan lagu tentang cinta bersama dengan dirimu, namun dalam sekejab Aku menangkap rasa kecewa di balik matamu.
"kita menggunakan lagu rock saja, jarang ada cewek cowok yang duet lagu rock, ayolah.." katAku. Aku memang sangat senang jika kita berdua duet lagu yang romantis, namun Aku tak sanggup melihatmu tanpa ciri khasmu, menjadi  orang lain dan kehilangan identitasmu.
"An?'' kau menatapku seolah kau mengucapkan kata -kata seperti benarkah? Kau ingin mendengarkanku menyanyikan lagu rock itu walau semua orang selalu menutup telinganya? Apakah kau akan selalu membuka telingaku untuk mendengarkan setiap kata yang akan kulontarkan?
Salah seorang juri membuka pintu dan menyuruh kami berdua untuk masuk.

Setelah melewati masa - masa audisi akhirnya kita kalah namun kita tersenyum sepanjang melewati koridor menuju ke parkiran. Teman - teman yang lain sudah pulang duluan. Aku tidak tau mereka naik apa pulang karna seingatku kita berangkat dengan mobilmu. Aku menoleh ke arahmu yang sedang sibuk mengangkat telepon.
"ah... Masa dimarahi cuman gara-gara ikut audisi" katamu, yah meskipun cowok namun dirimu masih sering dimarahi kalau telat pulang.
"Pionn Aku pulang ya!'' kataku sambil melambaikan tangan kearahmu dan berjalan ke halte bus.
"hei tunggu ! Jangan pulang sendirian! Aku akan mengantarmu pulang" katamu sambil menarik tanganku mencegahku untuk melangkahkan kaki. Aku berhenti melangkah, angin malam yang dingin berhembus. Aku menatapnya lalu tersenyum menghindari penyakit yang sering melanda kaum adam dan hawa, salah tingkah. Namun sedetik kemudian senyumanku berubah menjadi senyuman jahil
"kau takut pulang sendiri ya?'' kataku sambil memasang wajah seseram mungkin
"mana mungkin! Aku bukan seorang cowok yang tega meninggallkan seorang cewek yang pulang malam sendirian!'' katamu, aku diam, sebenarnya pulang bersamamu sudah menjadi hal yang biasa namun ucapanmu barusan membuatku terkejut. Apa kau benar - benar ingun melindungiku? Seseorang terlihat berlari - lari kearah kami, sepertinya dia adalah salah satu juri audisi tadi.
"hei kalian! Tunggu!'' teriaknya, kami menoleh ke arahnya.
??kalian lulus audisi, Aku lupa menyebutkan nama kalian, ini formulir untuk audisi selanjutnya" katanya sambil menyerahkan dua buah ertas. Atamu meMbulat besar, kau menerima formulir tersebut tanpa banyak bicara. Aku lalu mengucapkan terima kasih kepada orang itu. Dan dia pun pergi.
Kau lalu memelukku karna kau sangat bahagia. Ternyata dipeluk olehmu rasanya sangat hangat. Setelah beberapa menit kau melepas pelukanmu.

"aku suka dipeluk olehmu walau kita hanyalah sahabat"

Kau lalu berteriak senang dan berlari lari, Aku tertawa melihat tingkahmu tersebut. Kau lalu mendekatiKu, wajahmu seolah mengatakan bahwa kau sangat senang hari ini. Aku pun berjalaN di trotoar lalu kau mengejarku.
"hei bukannya kita akan pulang bersama?'' tanyamu
"eh maaf, Aku lupa. Aku hanya tidak tega membuyarkan lamunanmu tentang audisi itu'' kataku
"An... Sebenarnya...'' kau terlihat ragu -ragu itu tercetak jelas di wajahmu.
"ah jangan takut besok kita pasti lolos'' kataku.
"bukan tapi....'' kau semakin ragu dan resah
"Ayolah katakan saja atau sebenarnya kau menyimpan rahasia yang jorok, kalau tak bisa dengan kata kata mungkin Dengan erakan tubuh'' kataku
kamu berjalan  mendekat kearahku dan mencium keningku. Oh! Yaampun! Ini...
"An... Sebenarnya... Aku... Me-" sebelum Pion menyelesaikan kata - katanya, Aku mendorong tubuhnya agar menjauh dari sebuah truk yang melaju kencang ke arah kita, dan akhirnya akulah yang tertabrak truk tersebut. Aku merasakan tubuhku melayang dan membentur tanah dengan keras, kesadaranku berlahan menghilang. Kau lalu terduduk di samping Jasadku

"...Pada akhirnya kita berdua hanyalah sahabat...."